Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keajaiban Otak dan Kesuksesan Orang

Kompas.com - 19/12/2014, 09:09 WIB

Oleh Ryan Filbert
KOMPAS.com - Saya adalah orang yang tergolong dalam kelompok anak-anak dengan nilai jeblok saat masih di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, terutama pada mata pelajaran yang berhubungan dengan hitungan. Mendapatkan nilai lewat sedikit dari pas-pasan adalah keajaiban bagi saya.

Namun saat ini, di usia saya yang hampir menginjak 29 tahun, saya sangat mencintai dunia eksakta, termasuk hitungan angka dan hal lainnya.  Saya bahkan pernah menjadi tim edukator matematika di kelas khusus untuk anak-anak ber-IQ di atas 140.

Kini, saya senang sekali memberikan sharing pengalaman saya dalam bidang investasi secara luas, menyangkut apa yang telah saya jalani selama 10 tahun ini. Selama itulah saya mengenal dunia investasi serta entrepreneur, karena semenjak lulus kuliah hingga hari ini, saya tidak bekerja pada perusahaan mana pun. Saya memilih untuk mengembangkan usaha berdasarkan apa yang saya senangi dan yakini.

Beberapa kali, ada orang yang bertanya mengenai perubahan minat saya. Dari seorang bernilai matematika 4 menjadi seorang yang mencintai dunia angka. Ada juga yang bertanya bagaimana saya bisa banting stir dari seorang lulusan sarjana seni rupa menjadi murid jurusan master ekonomi perbankan dan pasar modal. Bahkan menulis buku-buku investasi, hingga sudah terbit enam dari sepuluh naskah yang saya tulis pada tahun 2014.

Dari pengalaman hidup yang saya jalani, saya mendapati beberapa hal penting yang mungkin bisa saya bagikan:
1.  Learning Pyramid
Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Training Laboratories, yang menyatakan bahwa metode dalam belajar terbagi dalam dua bagian utama, yaitu traditional passive dan active.

Traditional passive adalah mendengarkan ceramah, membaca, audio visual, dan peragaan. Dari keempat metode tersebut, banyaknya ilmu yang dapat diserap adalah berkisar 5 persen–30 persen.

Active terdiri dari diskusi grup, mencoba sambil belajar, dan mengajarkan kepada orang lain atau langsung mempraktikkan ilmu tersebut. Hasilnya, kita dapat menyerap 50 persen–90 persen ilmu yang ada.

Saya mengubah metode belajar saya secara total ketika masuk ke Sekolah Menengah Atas, dan menggunakan ketiga metode aktif tersebut tanpa saya sadari. Karena tahu saya bodoh dan kurang ahli dalam hitungan, maka saya melakukan semua metode yang ada, baik pasif maupun aktif. Dan ternyata saya berubah menjadi mencintainya!

Tidak berhenti di sana, saya sering kali mencoba mengajari apa yang saya baru dapatkan kepada orang lain. Dan bila Anda tahu, buku pertama yang saya tulis sebenarnya merupakan hasil catatan sharing saya kepada teman-teman dekat saya dalam dunia investasi, yang saya lakukan pada tahun 2005.

2. Menikmati Proses
Dewasa ini, hal instan adalah hal yang umum dilakukan banyak orang. Dulu, mungkin yang instan baru hanya sebatas mi dan kopi saja. Namun hari ini semakin banyak hal instan. Bayangkan Anda tidak perlu mencatat, hanya tinggal mengatakan apa yang ingin Anda tulis, dan semua yang Anda katakan terketik dengan rapi di gadget Anda!

Tidak berhenti di sana, segala kemudahan semakin membuat orang lupa bahwa proses adalah sebuah hal yang perlu dinikmati. Dan kadang, beberapa orang menganggap proses usaha dan pembelajaran tidaklah mengenakkan.

Dalam kelas yang saya berikan seputar edukasi terhadap investasi, tidak jarang setelah panjang dan lebar memberikan informasi, beberapa peserta mulai merasa tidak menikmati proses pembelajarannya. Biasanya, ini akan berakhir pada sebuah pertanyaan mudah. “Pak, ini sulit juga. Bagaimana kalau saya dikasih tahu saja yang mana harus saya beli dan jual, lalu untung!”

Seseorang yang hanya ingin menerima hal instan, tanpa mau mengetahui bahwa tidak semua hal bisa diraih secara cepat, menghilangkan hal-hal penting yang sebenarnya bisa didapat dari proses untuk menjadi paham akan sesuatu.

3. Terlalu cepat memutuskan
Saya tidak dapat membayangkan diri saya hari ini, bila di usia saya yang ke-15, saya menyatakan diri sebagai orang bodoh dalam berhitung dan menyerah pada fakta yang dikatakan oleh seorang guru SMP saya, bahwa saya bodoh dalam berpikir.

Saya melawan fakta yang ada dengan berjuang untuk apa yang ingin saya raih, padahal pada saat itu saya tidak tahu apakah yang saya perbuat benar atau salah. Saya hanya ingin mencoba meraih apa yang saya impikan, dan siap menempuh apa pun konsekuensinya

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com