Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Perlu Kejelasan Arah dan Strategi Ekonomi Kreatif

Kompas.com - 09/01/2015, 20:16 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Saat ini, pemerintah menggodok rencana pembentukan Badan Ekonomi Kreatif yang digagas Presiden Joko Widodo. Badan ini akan berada langsung di bawah Presiden. Selain menunggu kepastian lembaga tersebut, pelaku industri dan ekonomi kreatif juga membutuhkan kejelasan arah dan strateginya.

Badan Ekonomi Kreatif diharapkan mempermudah akses masyarakat untuk mengembangkan industri dan ekonomi kreatif.

”Masyarakat terpencil sekalipun tetap banyak yang memiliki potensi industri dan ekonomi kreatif khas Indonesia. Tetapi, mereka selama ini tidak memiliki akses terhadap birokrasi pemerintah untuk membantu pengembangannya,” kata Chaedar Saleh, ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (9/1).

Chaedar memimpin kelompok usaha Tim Lacak Kreatif untuk pemberdayaan masyarakat terpencil yang memiliki latar belakang kebudayaan khas Indonesia. Saat ini, Tim Lacak Kreatif ingin memberdayakan komunitas masyarakat di sekitar Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, dengan industri kreatif kriya bambu.

Komunitas perajin bambu itu tersebar di beberapa kampung meliputi Kampung Ciukir, Kampung Empang, Kampung Pasir Bitung, Kampung Gunung Malati, Kampung Legok, dan Kampung Cipangaulaan. Lokasi mereka berada di dekat situs megalitikum Gunung Padang yang belakangan banyak mengundang kontroversi dan mengundang semakin banyak pengunjung.

”Kami menemukan komunitas perajin bambu yang memiliki potensi untuk industri dan ekonomi kreatif itu dalam radius lima kilometer dari situs megalitikum Gunung Padang,” kata Saleh.
Tiru Jepang

Mengenai arah dan strategi yang patut ditempuh suatu badan khusus yang ingin menangani masalah industri dan ekonomi kreatif, menurut Saleh, dapat mencontoh negara Jepang. Suatu ketika, Pemerintah Jepang mengundang dan membiayai suatu kelompok kerja industri kreatif dari Indonesia untuk datang ke Jepang. Di Jepang, tamu dari Indonesia diminta menjelaskan berbagai aktivitasnya.

”Ujung-ujungnya, Jepang berhasil mengetahui kebutuhan kita dan menerapkan strategi pemasaran produk mereka di Indonesia,” kata Saleh.

Birokrasi pemerintah selama ini tidak banyak berperan menjembatani kebutuhan komunitas industri dan ekonomi kreatif. Dengan adanya Badan Ekonomi Kreatif, menurut Saleh, diharapkan mempermudah akses masyarakat terhadap pengetahuan untuk mengembangkan industri kreatif mereka.

Sebenarnya, pemerintah telah memiliki cetak biru ”Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi Kreatif Indonesia 2025”. Di dalamnya termuat Rencana Pengembangan 14 Subsektor Industri Kreatif Indonesia 2009-2015 yang mencakup periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, film-video-fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan.

”Badan Ekonomi Kreatif seandainya sudah terbentuk dan beroperasi bisa menggunakan buku cetak biru ini supaya tidak mengulang dari nol untuk pengembangan ekonomi kreatif,” kata Direktur Pengembangan Seni Rupa Kementerian Pariwisata Watie Moerany.

Buku itu selesai disusun dan dicetak pada 2008 di bawah Kementerian Perdagangan yang saat itu dipimpin Menteri Mari Elka Pangestu. Selanjutnya, Mari memimpin Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2009-2014 yang sekarang diubah Presiden Joko Widodo menjadi Kementerian Pariwisata. (Nawa Tunggal)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com