Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengepul Manggis Ini Keluar dari Zona Nyaman

Kompas.com - 13/01/2015, 05:30 WIB

Rhenald Kasali

(@Rhenald_Kasali)
 
KOMPAS.com - Awal tahun ini saya mengunjungi dua orang sahabat lama saya. Yang satunya, Jodi, pengepul manggis di Cibadak-Sukabumi dan satunya lagi, Hamid,  tukang kayu di Banten. Keduanya memilih hidup jauh dari keramaian: di tengah-tengah kampung di kaki gunung yang sepi, memulai kembali kehidupan dari bawah.

Tetapi jangan salah, 20 tahun lalu keduanya dikenal sebagai yuppie (young-urban professional atau young upwardly-mobile professional). Muda, berdasi, bersedan mewah, dan mudah mendapatkan kedudukan. Kata yuppie sendiri saat itu begitu lekat dengan lulusan universitas terkemuka atau MBA yang bergaji mahal karena bergerak di sektor keuangan.

Krisis moneter 1998  menghancurkan ekonomi keluarga mereka. Ijazah sarjana dari perguruan tinggi (satunya lulusan MBA dari Dallas Texas, satunya lagi sarjana ekonomi UI), tak menjamin kemudahan apa-apa.

Saya khawatir banyak kaum muda berusia 30-40an yang tengah menghadapi perubahan dewasa ini tak menyadari hidupnya pun sesungguhnya sama-sama fragile. Bedanya dengan yang lain, keduanya memilih keluar dari zona nyaman mencari “kesaktian” dan mukjizat dari zona-zona tidak nyaman.

Saya mulai dulu dengan si pengepul manggis. Minggu depan kita obroli si tukang kayu. Ini sekalian penjelasan bagi mas-mas, oom-oom dan adik-adik yang tak mau naik angkot karena sudah biasa naik mobil Audi. Ya, kalau mau naik Audi terus monggo saja, meski suatu ketika uangnya untuk merawat Audi sudah tidak ada lagi dan otot sudah kadung tua. Hehe.
 
Kalah judi
Hidup ini ibarat berjudi. Kalau sudah kecanduan, manusia sulit keluar dari perangkap itu. Otak Anda akan memerintahkan kaki, tangan dan hati  melakukan hal yang sama berulang-ulang karena sudah familiar.

Itulah zona nyaman. Kita hanya ingin melakukan hal-hal yang  sudah menjadi kompetensi kita, kendati kini telah dimiliki banyak orang dimana-mana. Membuat  kita kehilangan daya jual, substitutable (mudah diigantikan), lalu menjadi obsolete (usang), ketinggalan zaman karena umur.

Realistis saja, kelak kalangan terpelajar, akan menjadi tenaga yang kemahalan bagi industri. Hanya sebagian kecil dari para senior yang didapuk menjadi direksi. Selebihnya bisa dianggap menjadi "beban" (liability) ketimbang "aset". Apalagi kalau terperangkap dalam zona nyaman penuh keluhan dan kegalauan. Nah sebelum merasa disia-siakan, kita tentu perlu keluar dari zona itu, masuk ke zona belajar.

Kita menjadi buta kala kita diberi banyak kemudahan dan kenikmatan. Seperti yang dialami Jodi. Ketika banknya bangkrut, ia banting setir menjadi agen asuransi. Karena hebat jualan, setiap 3 bulan dia bisa membeli mobil mewah baru.

Kawan-kawannya sering dibuat heran. Betapa mudahnya kehidupan yang ia jalani. Semua berpikir ia akan bisa menikmati hari tua dengan tabungan besar dan pensiun di usia muda. Tetapi kenyataan berubah di tahun 1998, aliran uang masuk terhenti: pekerjaannya pun lenyap. Tetapi hobinya untuk menikmati hiburan malam tak pernah lenyap.

Persis seperti ratusan eksekutif ibukota yang saat itu terkena PHK. Meski nilai pesangonnya besar-besar, mereka tetap memakai dasi di pagi hari dan meminta sopirnya membawa dirinya ke "kantor" (yang bukan tempat kerjanya), mengunjungi teman, menghibur diri dari satu kafe ke kafe lainnya. 

Didorong rasa kasihan, saya pernah memberikan orang-orang ini pekerjaan, tetapi banyak yang tidak tahan bertarung melawan kesulitan pada tahap entrepreneurial, dengan  pegawai yang belum berpengalaman, apalagi gajinya tak besar.

Jodi menjalani zona nyaman itu dengan penuh kepura-puraan (bahwa everything’s gonna be OKAY) selama 5 tahun sampai semua teman-temannya sudah tak mau membantu lagi.  Dia madsh ingat nasehat saya ketika menerima buku Change. "Sebelum rasa sakitmu melebihi rasa takutmu, kau belum akan berubah."

Maka sahabat-sahabatnya pun menjauhi demi menyakiti dirinya.  Ketika itulah, pemain band yang mempunyai suara rock dan jagoan sepakbola ini pun pergi ke Cibadak, menempati sepetak tanah milik orangtuanya yang lama tak diurus. Di situ ia memulai hidup baru menjadi pengepul manggis.

Waktu ia menelepon dari lokasi persembunyiannya, saya merasa ia belum berubah. Ia meyakinkan saya tentang hidup barunya. Kami abaikan. Sampai suatu ketika saya ada urusan di Sukabumi dan meluangkan waktu mengunjunginya.

Pinggang saya hampir copot rasanya. Jalan rusak berkilo-kilo meter saya tempuh untuk menemuinya. Kemarin, tukang kebun yang mau saya tempatkan untuk mengurus kebun manggis milik Rumah Perubahan di sana saja terlihat ketakutan dan minta agar tak ditempatkan di sana. Di gubuk sederhana, Jodi tinggal bersama para tukang kebun.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com