Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajar Harga Bahan Pokok Ikut Turun

Kompas.com - 16/01/2015, 22:29 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memastikan penurunan kembali harga bahan bakar minyak bersubsidi. Harga baru premium akan berada pada kisaran Rp 6.400-Rp 6.500 per liter.

Alasan utama penurunan harga BBM bersubsidi disebutkan sebagai penyesuaian atas turunnya harga minyak dunia. Harga minyak di pasar global sempat turun ke 45 dollar AS per barrel. Presiden meminta penurunan harga BBM bersubsidi itu diikuti dengan turunnya harga bahan pokok dan biaya logistik.

Bagaimana mekanisme untuk menurunkan harga bahan pokok dan biaya itu? Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan A Djalil menyatakan, untuk menurunkan harga, terdapat dua mekanisme penurunan harga bahan pokok. Pertama adalah menyerahkannya pada mekanisme pasar.

Kedua, kata Sofyan, seperti diungkapkan Presiden, bahwa tata niaga barang dan struktur pasar yang tidak sehat akan terus diawasi. Bagaimana pengawasan itu akan dilakukan, belum ada rincian lebih lanjut.

Kenaikan harga bahan pokok dan biaya logistik terjadi ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada pertengahan November lalu. Akibat kenaikan harga BBM itu, inflasi juga meningkat dan bahkan di atas perkiraan pemerintah.

Bahkan, penundaan pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi dari akhir Oktober ke pertengahan November telah membuat semua harga naik dua kali. Namun, hanya beberapa saat setelah pengumuman kenaikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana, harga minyak dunia terus merosot. Sejak pertengahan November hingga akhir Desember, harga minyak dunia turun hampir 50 persen menjadi sekitar 70 dollar AS per barrel.

Namun, ketika pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi pada awal Januari, harga bahan pokok, biaya transportasi, dan biaya logistik tidak langsung ikut turun. Rakyat tidak dapat merasakan dampak dari penurunan harga BBM ini.

Wajar, ketika pemerintah berniat kembali menurunkan harga BBM bersubsidi, Presiden meminta dengan agak memaksa bahwa harga-harga dan biaya-biaya tersebut harus turun. Namun, di sisi lain, para pengusaha seperti ingin menikmati durian runtuh sebelum mereka mau menurunkan harga dan biaya.

Sampai kapan pengusaha angkutan dapat terus panen dan rakyat akan terus terpuruk? Dengan demikian, dalam hal ini ketegasan pemerintah sangat dibutuhkan untuk ikut memaksa penurunan harga bahan pokok dan biaya logistik ini. Di sisi lain, pemerintah harus berusaha mengerem konsumsi BBM bersubsidi oleh masyarakat.

Tanpa penghematan BBM bersubsidi, pemerintah harus mengimpor lebih banyak, yang berarti kebutuhan dollar juga makin membesar. Ketika nilai tukar rupiah makin melemah terhadap dollar, berarti kebutuhan rupiah untuk membiayai impor BBM juga makin besar. Jika ini berlangsung lama, perekonomian Indonesia akan dihadapkan pada defisit yang makin besar. (Mohammad Bakir)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com