Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Tempuh Strategi "Pintu Uang Keluar"

Kompas.com - 24/01/2015, 22:44 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Pemerintah sudah saatnya menempuh kebijakan "pintu uang keluar" untuk menaikkan kesejahteraan buruh. Sebab, upah yang selama ini diributkan agar nilainya naik, faktanya yang menikmati hanya buruh pada sektor tertentu, terutama buruh Industri.

Hal itu diungkap Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri dalam pertemuan dengan pengusaha bertajuk "Revolusi Mental Untuk Meningkatkan Kinerja" di Aula Kantor Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Sabtu (24/1/2015).

Menurut Hanif, upah bukanlah satu-satunya penentu kesejahteraan buruh. Dia menyebut upah merupakan "pintu uang masuk". "Apakah upah satu-satunya penentu kesejahteraan buruh? Ternyata tidak, ada pintu lain namanya 'pintu uang keluar'. (Sedangkan) upah itu 'pintu uang masuk'. (Pilihannya) besarkan upah atau kecilkan pengeluaran," kata Hanif.

Kenapa perlu menempuh kebijakan "pintu uang keluar"? Menurut Hanif, kenaikan upah di Indonesia yang selalu dibarengi kegaduhan berupa demo-demo, pada kenyataannya yang menikmati hanya buruh pada sektor tertentu dan jumlahnya tidak lebih dari 20 persen.

"Di sektor informal, pertanian, perkebunan belum menikmati. Setiap tahun diributkan, ternyata baru 20 persen yang menerima," kata Hanif.

Jika menempuh kebijakan "pintu uang keluar", maka Pemerintah wajib menekan pengeluaran demi kesejahteraan buruh. Salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan tempat tinggal.

Tahun 2015 ini, ujar Hanif, Pemerintah akan memulai pembangunan rumah buruh dengan tahap awal yang direncanakan sebanyak 10.000 rumah. Pembangunan rumah buruh dikatakan Hanif, merupakan bagian pembangunan "sejuta rumah" yang disiapkan pemerintah tahun 2015. "Insya Allah Perumahan buruh 10.000 tahun ini," tandasnya.

Lebih jauh, Hanif mengutarakan hasil rapat dengan Wapres Jusuf Kalla tanggal 13 Januari 2015 lalu tentang strategi pembiayaan pembangunan "sejuta rumah" tahun anggaran 2015. Rencana ini akan dilaksanakan melalui APBN sebesar Rp 11,7 triliun dengan target 334.000 unit dan non-APBN sebesar 63,5 triliun sebanyak 660.000 unit rumah.

"Mudah-mudahan satu juta perumahan rakyat bisa dicapai. Sehingga pengeluaran buruh bisa ditekan," tegas dia.

Guna memuluskan rencana itu, Kementerian Ketenagakerjaan telah melakukan inventarisasi kawasan industri yang sudah beroperasi termasuk yang memiliki lahan kosong yang bisa digunakan sebagai perumahan pekerja atau buruh.

"Dari inventarisasi itu ada 13 kawasan industri yang memiliki lahan kosong sebanyak 3.634,60 hektar," kata Menaker.

Sementara itu ditemui terpisah, Kepala Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah, Wika Bintang menambahkan, di Jawa Tengah lokasi pembangunan rumah atau rusunawa pekerja untuk tahap I tahun 2015 berada di Kabupaten Boyolali, Kota Semarang, dan Kabupaten Magelang, sedangkan Kabupaten Semarang masih diusulkan.

"Semarang di Jrakah dan Tugu milik Provinsi. Di Boyolali dan Magelang masih proses. Kalau Kabupaten Semarang usulannya segera bisa masuk tahun ini," kata Wika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com