Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perekonomian India Dampingi China

Kompas.com - 04/02/2015, 12:00 WIB

NEW DELHI, KOMPAS.com — India mengubah metode untuk mengukur perekonomian. Alhasil, proyeksi pertumbuhan ekonomi India untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2014 direvisi dari sebelumnya 4,7 persen menjadi 6,9 persen. Dengan begitu, India menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua dunia setelah China.

Selain merevisi pertumbuhan ekonomi, produk domestik bruto (PDB) India juga berubah dari sebelumnya 113,6 triliun rupee menjadi 113,5 triliun rupee.

Sebelumnya, metode perhitungan pertumbuhan ekonomi India menggunakan faktor biaya 2004-2005. Kini, Pemerintah India menghitung pertumbuhan ekonomi berdasarkan harga pasar tahun 2011-2012. 

"Tingkat revisi ke atas sangat tajam. Jadi semua perkiraan masa depan pertumbuhan, defisit fiskal, dan indikator lainnya harus kembali dikalibrasi," ujar Sujan Hajra, ekonom di Anand Rathi Financial Services Ltd, seperti dikutip Bloomberg.

Perubahan angka tersebut disebabkan database yang mencakup lebih banyak perusahaan. Selain itu, perluasan data pajak juga ikut menyumbang kenaikan pertumbuhan ekonomi. Faktor lainnya adalah data dari pialang saham, bursa, reksadana, dana pensiun, dan regulator pasar.

Ambil contoh, di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang sebelumnya dihitung hanya tumbuh 1 persen, kini melonjak hingga 13 persen. Begitu pun juga dengan ekspansi di sektor keuangan, real estat,dan jasa perusahaan melambat menjadi 7,3 persen dari 12,9 persen.

Dikutip dari Reuters, Pemerintah India memprediksi, perubahan akan membantu menurunkan defisit fiskal India. Hal ini memudahkan Perdana Menteri India Narendra Modi memangkas kesenjangan defisit ke level terendah dalam tujuh tahun terakhir, yakni 4,1 persen.

Metodologi baru yang digunakan India lebih sesuai dengan standar global dengan mengukur ekonomi menggunakan harga pasar. "Ini akan membantu mengurangi distorsi pasar dan memberikan representasi yang lebih baik untuk sektor manufaktur," ujar Sournya Kanti Ghosh, penasihat ekonomi utama di State Bank of India.

Kebijakan moneter

Selain mengubah metode perhitungan pertumbuhan ekonomi, India juga harus menjaga disiplin fiskal. Gubernur Bank Sentral India Raghuram Rajan mempertimbangkan memakai jasa lembaga independen untuk memeriksa anggaran tahunan dalam rangka mengontrol defisit anggaran.  "Kehati-hatian fiskal ini sangat penting," ujar Rajan.

Bank Sentral India sendiri telah mengambil langkah moneter dengan mengurangi cadangan di bank umum supaya dana yang mengalir ke pinjaman lebih banyak ketimbang memarkir uang di obligasi pemerintah. Kebijakan tersebut bertujuan mendorong perusahaan dan individu untuk meminjam dan berinvestasi.

Kata Rajan, bank sentral berniat memangkas suku bunga acuan setelah melakukan pemotongan 0,25 persen pada pertengahan Januari lalu. "Sampai kami mendapatkan lebih banyak data, saya pikir kami jeda dulu," ujar Rajan.

Harga minyak yang lebih rendah, jelas Rajan, membantu India mengurangi ancaman inflasi. Bank Sentral India akan melihat data-data ekonomi seperti inflasi dan usulan anggaran tahunan pemerintah sebelum menurunkan suku bunga. "Biarkan kebijakan moneter mengikuti arusnya," ujar Rajan dikutip dari The New York Times.

Salah satu yang menjadi keluhan Rajan adalah walau Bank Sentral India telah menurunkan suku bunga acuan, tetapi bank-bank komersial terlambat menurunkan suku bunga kredit. Beberapa bank tetap mempertahankan suku bunga dalam tiga minggu terakhir.

Bank-bank komersial menggunakan selisih dari bunga yang dikutip dari peminjam dengan pembayaran kepada deposan untuk menggemukkan margin keuntungan. Pasalnya, bank-bank komersial harus menggenjot pendapatan untuk mengimbangi jumlah kredit macet.

Namun, dengan persaingan yang semakin ketat, Rajan optimistis bahwa bank-bank komersial pada akhirnya akan menurunkan suku bunga demi menggaet nasabah. (Barratut Taqiyyah)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com