Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Pastikan Freeport Kantongi Kepastian Perpanjangan Operasi

Kompas.com - 20/02/2015, 19:11 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Perusahaan tambang raksasa berinduk Amerika Serikat PT Freeport Indonesia akan memperoleh kepastian perpanjangan operasi dari pemerintah sebelum 25 Juli 2015. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memastikan hal tersebut, lantaran Freeport yang telah membenamkan investasi miliaran dollar AS membutuhkan kepastian. “Siapapun yang berinvestasi dengan nilai 17,3 miliar dollar AS akan membutuhkan kepastian masa depan. Karena itu kita berharap sebelum 25 Juli 2015 kita sudah bisa putuskan,” ucap Sudirman di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (20/2/2015).

Sudirman juga menyebutkan, keputusan mengenai fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih mineral (smelter) pun berkaitan sangat erat dengan kelanjutan investasi.

Dalam kesempatan sama, Ketua Tim Pengkajian Kapasitas Smelter Nasional, Said Didu menyampaikan konsekuensinya jika Freeport mendapatkan kepastian lebih cepat adalah pemerintah bakal merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. “Saran saya begitu (diputuskan lebih cepat). Karena kalau tidak ada kepastian perpanjangan Freeport maka program smelter juga tidak pasti,” kata Said.

Sebagian besar produksi konsentrat tembaga nasional berasal dari Freeport. Artinya, lanjut dia, jika tidak ada kepastian soal perpanjangan izin usaha pertambangan Freeport, praktis sejumlah proyek smelter terancam kekurangan bahan baku. Imbasnya, tidak akan ada investor berminat membangun smelter. “Tidak akan ada investor smelter mau masuk, kalau tidak ada kepastian perpanjangan Freeport,” tegas Said.

Menurut Said, nantinya hanya beberapa pasal saja yang akan direvisi. “Tadinya, diratakan (pengajuan izin) sebelum dua tahun (kontrak habis). Nanti bisa direvisi berdasarkan karakteristik tambangnya,” sambung Said.

Lebih lanjut dia mengatakan, bisa saja batas waktu pengajuan perpanjangan izin usaha pertambangan diatur dalam batas 2-10 tahun. Hal tersebut untuk mengakomodasikan penambangan bawah tanah (underground mining) yang membutuhkan 10 tahun sejak membangun sarana hingga berproduksi. “Sebanyak 70 persen cost di underground mining itu dikeluarkan sebelum dia berproduksi, jadi sudah keluar di depan. PP akan bervariasi, tidak rasional kalau tambang kecil, open pit, yang muda, muda sekali, disamakan,” kata Said.

Sebagai informasi, dalam pasal 112B ayat 2 disebutkan, untuk memperoleh IUPK Operasi Produksi perpanjangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara harus mengajukan permohonan kepada menteri paling cepat dalam jangka waktu 2 tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara berakhir.

Perjanjian karya pengusahaan pertambangan Freeport sendiri akan berakhir pada 2021 mendatang. Mengacu beleid tersebut, seharusnya perpanjangan diputuskan pada 2019. Namun, Direktur Jenderal Minerba, Kementerian ESDM, R Sukhyar, pada Senin (16/2/2015) lalu mengatakan, Ditjen Minerba telah merampungkan draft perubahan PP 77 tahun 2014 tersebut, dan saat ini draft tersebut tengah dibahas di Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com