Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"1 Miliar Dollar AS Investasi Asing Sebanding dengan 12 Miliar Dollar AS yang ke Luar Negeri"

Kompas.com - 25/02/2015, 09:40 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Siapa bilang investasi asing salalu mendatangkan keuntungan? Ternyata investasi asing juga bisa berdampak buruk kepada perekonomian suatu negara.

Rupiah yang terus pontang-panting, selain karena situasi global, juga disebut-sebut salah satu dampak dari investasi asing.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini mengatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh buruknya kinerja ekonomi nasional, khususnya karena pembengkakan defisit neraca berjalan.

"Meskipun defisit pada sektor jasa dan sektor migas juga menjadi faktor pendorong defisit neraca berjalan, sebenarnya penunjang terbesarnya yaitu neraca pendapatan primer," kata Hendri, Jakarta, Selasa (24/2/2015).

Menurut dia, pada tahun 2014 lalu, neraca defisit pendapatan primer mencapai 27 miliar dollar AS. Angka itu lebih besar ketimbang defisit neraca berjalan itu sendiri sebesar 26 miliar dollar AS. Lantas apa yang menyebabkan defisit neraca primer itu terjadi? Ini yang menarik.

Hendri menyebut, penyebabnya karena besarnya pembayaran investasi baik langsung, portofolio, dan investasi lainnya. "Setiap 1 miliar dollar AS, investasi asing yang tertanam di Indonesia dalam satu tahun (2010 – 2014) sebanding dengan 12 miliar dollar AS yang ke luar negeri, yang merupakan hasil keuntungan investasi asing yang kembali ke negara asal, pembayaran bunga utang luar negeri," kata dia.

Hasilnya, defisit pendapatan investasi langsung menyumbang hampir 64 persen dari defisit neraca pendapatan primer.

Ambisi Jokowi sedot investasi asing
Pemerintah Jokowi memiliki target investasi langsung yang sangat besar pada 2014-2019. Tak tanggung-tanggung, angka Rp 3.519 triliun pun dipatok (dua kali lipat target pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Rp 1.687 triliun) dengan 63,7 persen berasal dari investasi asing.

Bercermin dengan kondisi saat ini, kekhawatiran semakin besarnya defisit primer kian besar. Apa yang perlu dilakukan Jokowi? Menurut Hendri, ada empat yang harus dilakukan pemerintah.

Pertama, memberlakukan Repatriation Requirement dan meningkatkan Reserve Requirement untuk investasi asing. "Repatriation/surrender requirement adalah menetapkan syarat-syarat bagi investor yang akan melakukan repatriasi investasinya, sebagaimana yang dilakukan negara berkembang lain seperti Tiongkok dan India," kata dia.

Kedua, memperdalam pasar keuangan. Menurut dia pendalaman pasar keuangan diperlukan agar terjadi diversifikasi dan perluasan instrumen pasar keuangan yang dapat mendorong terjadinya re-investasi (investasi kembali) di pasar keuangan.

Ketiga, mengurangi penerbitan obligasi pemerintah. Salah satu penyebab besarnya capital outflow adalah pembiayaan utang, terutama karena dalam beberapa tahun terakhir pemerintah membiayai 74 persen kebutuhan hutang dari penerbitan obligasi.

"Keempat, melakukan pengendalian arus modal keluar. Aliran dana yang masuk ke negara-negara berkembang sejak krisis tahun 2008 telah membawa persoalan baru, seperti perubahan nilai tukar pada mata uang negara-negara berkembang, semakin besarnya potensi volatilitas dari arus modal yang keluar masuk (terutama hot money), dan semakin besarnya intervensi moneter untuk mengurangi potential loss," tandas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Masuki Usia ke-20, Sido Muncul Beberkan Rahasia Sukses Kuku Bima

Masuki Usia ke-20, Sido Muncul Beberkan Rahasia Sukses Kuku Bima

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com