Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kue Cubit "Green Tea" dan Profesi Tanpa Batas

Kompas.com - 26/02/2015, 08:52 WIB

oleh Dedy Dahlan
@dedydahlan

KOMPAS.com - Waktu saya masih SMA, internet masih di masa- masa balitanya. Saat saya kuliah, untuk bisa terhubung ke internet kita memakai modem yang terputus kalau orang rumah lainnya nggak sengaja mengangkat telepon. Untuk bisa terhubung ke internet pun, modemnya harus melalui serangkaian ritual bunyi- bunyian, tat tit tut tat toooot, baru – kalau beruntung – bisa membuka halaman website dengan baik.

Pada masa itu, yang namanya bisnis dan melakukan transaksi online, serta bekerja dengan klien dari luar negeri itu, masih mimpi semata untuk pemain kelas kecil. Karena setiap karya dan produk, masih harus dikirimkan secara fisik, dan biaya, resiko masih sangat besar.

Tapi itu dulu.
Sekarang, semuanya serba mudah. Dunia benar- benar sudah jadi datar!
Dengan terbukanya jalur informasi, industri dan profesi lain pun terpengaruh! Industri makanan, misalnya, sekarang bisa dengan mudah mencari resep, menemukan rasa baru, sampai berjualan makanan secara online.

Namun sayangnya, perubahan situasi ini belum didukung penuh oleh perubahan pola pikir para pekerja professional di dalamnya. Sebagian orang masih nyangkut di pola pikir lama, dan terhalang di hambatan dan tembok masa lalu.

Beberapa saat lalu saya bertemu dengan seorang anak muda komikus berbakat. Jangan ditanya soal skill-nya, bahkan beberapa komikus ternama dari Marvel atau DC saja menurut saya masih kalah dibandingkan dia. Tapi dia sama sekali belum mencoba mengembangkan profesinya diluar batasan lokal. Ketika ditanya, “Mau nggak, go international?” Ia menjawab “Mau”.

Tetapi ketika saya tunjukkan berbagai cara, berbagai strategi online, berbagai situs, hingga berbagai cara dimana dia bisa mulai memakai teknologi untuk memperkenalkan gayanya, selalu saja ada alasan yang keluar dari mulutnya, “Ah, tapi susah”, “Ahh, tapi nanti ribet transfernya”, “Ahhh, masak ebook?” “Ahh, tapi ini, dan tapi itu”.

Dan saat inilah saya baru menyadari, kalau dia masih tersangkut di pola pikir lama. Pola pikir komikus masa lalu, yang dapat uang hanya dengan satu cara, tanpa memanfaatkan perubahan era.

Saya jadi ingat kisah tentang eksperimen lalat. Ketika seekor lalat dimasukkan ke dalam botol, lalu botol itu ditutup atasnya dengan plastik, selama beberapa saat, si lalat akan mencoba terbang ke atas dan gagal, karena terhambat oleh tutup plastik itu. Tapi bila setelah beberapa saat kita buka plastiknya, si lalat tetap tidak akan terbang keluar dari botol, karena dia menganggap tutup plastik tadi masih ada! Ia terhambat oleh hambatan yang sebenarnya sudah tidak ada!

Apakah kadang kita seperti ini?
Apakah kadang, kita terhambat oleh hambatan yang sudah tidak ada?

Di Bandung, sekarang lagi heboh makanan yang namanya kue cubit green tea. Tukang jualannya sama. Alat jualannya sama. Bahkan gerobak dan pinggir jalannya sama. Bedanya cuma sekarang, kue cubitnya ada rasa green tea. Kue cubit yang sama, disiram rasa green tea. Selesai. Tapi perubahan kecil ini membuat antrian si tukang jualan diantriin selama berjam- jam, dan dia menjadi seleb tukang di area itu.

Selain itu, di Jakarta juga ada, sejak beberapa bulan lalu, Martabak Nutella. Inovasinya? Ya cuma coklat mesesnya diganti sama Nutella. Selesai.

Pertanyaannya bukan kok bisa terpikir. Tapi justru, kenapa kok baru muncul sekarang?
Saya ingat, teman saya sudah sejak beberapa tahun lalu, suka datang ke tukang martabak depan rumahnya, bawa Nutella sendiri, dan minta mesesnya diganti oleh Nutellanya. Tapi si tukangnya, yang nampaknya, terjebak di masalah atau kebiasaan masa lalu, menganggap, “Ahhh, ga bisa saya kalau jualan pake ini cep”, “Ahhh, masak coklatnya gini”, “Ahh ini itu”.

Dunia sudah datar.
Dan di semua industri, masalah yang dulu ada, kini sudah tidak ada lagi.

Sekarang, internet sudah sangatlah cepat. Sekarang, transfer dana antar negara sudah mudah. Sekarang, menelepon orang di ujung dunia sudah bisa gratis dengan Skype. Sekarang, mengirim file ukuran jumbo sudah tidak masalah dengan cloud storage. Sekarang, harga pesawat ke negara lain sudah lebih murah. Dan masih banyak lagi.

Dengan ini semua, banyak hambatan lama yang sudah terselesaikan, dan membangun profesi tanpa batas sudah sangat mungkin!

Kalau Anda masih merasa ada hambatan besar saat mau mengembangkan profesi yang ‘gue banget’, mungkin Anda perlu terlebih dahulu menanyakan pada diri Anda, “Apa jangan- jangan ini adalah hambatan era lama di masa lalu?”
Lalu tanyakan, “Bagaimana di era sekarang saya bisa menangani hambatan ini?”

Dengan kedua pertanyaan ini, Andapun akan bisa membangun profesi tanpa batas!



*Dedy Dahlan adalah seorang passsion coach yang juga penulis best seller dari buku Lakukan Dengan Hati, Ini Cara Gue, dan Passion!–Ubah Hobi Jadi Duit, yang dikenal luas dengan gaya penulisan dan gaya panggungnya yang jenaka, nyeleneh, blakblakan, kreatif, dengan materi praktikal. Biasa dipanggil Coach D, ia adalah anggota dan coach tersertifikasi dari ICF (International Coach Federation), yang memusatkan diri pada pengembangan passion dan profesi.

Memperkenalkan metode PIPO Passion Coaching-nya sebagai pembicara di ICF’s Indonesia Coaching Summit 2013, Coach D adalah inisiator dari konsep "Fun Learning" dan "Passion Based Office", serta kerap menggunakan skill stand up comedy dalam training dan seminar-seminarnya. FB Page: coachdedydahlan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com