Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demam Akik, Akankah Bertahan Lama?

Kompas.com - 26/02/2015, 11:35 WIB

KOMPAS.com - Jangan heran melihat teman atau kerabat Anda pergi ke mana-mana sembari mengantongi senter kecil. Kemungkinan besar, teman atau kerabat Anda lagi terkena demam yang tengah melanda negeri ini: demam batu akik.

Tenang, ini bukan jenis penyakit baru yang membikin lemas tak berdaya. Demam yang satu ini bikin pengidapnya aktif berburu akik. Ya, batu akik memang makin booming sejak setahun terakhir.

Putut Supriyono, penggemar batu akik sekaligus manajer pameran batu akik ACC Media Permata, mengatakan, demam akik bermula dari kegemaran sebagian masyarakat. Lalu, banyak orang yang latah dan ikut-ikutan mengoleksi akik.

Di sisi lain, suplai batu akik juga semakin meningkat. Awalnya, cuma batu bacan yang menjadi tren. Setelah itu, banyak penambang dan perajin mulai menggali potensi batu akik di masing-masing daerahnya. “Dari situ muncul bermacam jenis batu akik dari berbagai daerah,” kata Putut.

Yang menarik, penggemar batu akik tidak hanya lelaki dan orangtua, lo. Anak muda dan kaum ibu pun mulai ikut berburu batu akik. Putut bilang, penggemar batu akik berasal dari berbagai kalangan, baik usia maupun kelas ekonomi. Buktinya, setiap pameran batu akik yang ia selenggarakan selalu sukses menyedot pengunjung. Sepanjang tahun lalu, dia menggelar sekitar 25 pameran batu akik di berbagai daerah.

Tahun ini, Putut juga berencana mengadakan pameran serupa di sejumlah kota, bekerjasama dengan komunitas penggemar batu akik di daerah setempat. Total, setidaknya ada 50 pameran yang bakal digelar tahun ini. Yang terdekat, ia akan menyelenggarakan pameran batu akik di Kota Solo pada awal bulan depan. “Banyak permintaan datang dari pengelola mal ataupun dari pemerintah daerah,” ungkap Putut.

Bisa tahan lama?

Tentu, demam batu akik mendatangkan cuan bagi para pemain yang terlibat. Budi Suprapto, penjual batu akik asal Solo, menuturkan, dirinya bisa meraup omzet Rp 15 juta per bulan dari bisnis berjualan batu akik. Yang jelas, perputaran duit dalam bisnis akik sangat besar. “Rata-rata transaksi jual-beli batu akik  per hari saat pameran setidaknya mencapai Rp 500 juta,” beber Putut.

Lantaran uang yang berputar relatif besar, menurut Putut, booming batu akik telah menggerakkan laju perekonomian menggelinding lebih cepat. Sebab, perputaran duit di bisnis batu akik tidak hanya dinikmati penjual batu. Penambang batu, perajin, maupun pemilik bengkel akik juga ikut menikmati berkah. Demam akik sekaligus juga menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha.

Pertanyaannya: seberapa lama demam batu akik bertahan? Apakah bisa bertahan bertahun-tahun atau hanya demam sesaat layaknya demam tanaman anturium dan adenium beberapa tahun lalu?

Putut optimistis, tren batu akik bisa bertahan lama, setidaknya hingga lima tahun ke depan. Suwondo, kolektor batu akik asal Surabaya, mengamini, euforia batu akik bisa bertahan lama. Meski demam batu akik berakhir, harga batu akik tidak akan jatuh. “Harga batu akik semakin meningkat karena sumber daya batu akik terbatas dan semakin lama semakin langka,” imbuh Sam Sianata, kolektor batu bergambar.

Namun, Nanu, pedagang batu akik di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, menyatakan, tren batu akik cuma musiman. “Harga batu akik akan jatuh dalam beberapa tahun mendatang karena tren batu akik makin tergerus,” ungkap Nanu.

Dalam kondisi tertentu, demam bisa reda dengan sendirinya. Kalau demam akik?  (Dina Farisah, Herry Prasetyo, Surtan PH Siahaan, Tedy Gumilar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com