Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mundurnya Masa Tanam Padi Picu Kenaikan Harga Beras

Kompas.com - 28/02/2015, 14:40 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Mundurnya masa tanam belum terbukti meningkatkan produksi padi. Alih-alih produksi bertambah, kesempatan ini justru menjadi celah bagi sejumlah pedagang untuk menahan stok sehingga harga beras melambung.

Anggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Khudori, mengatakan, usaha tanam padi sangat bergantung pada iklim dan cuaca. Ketika terjadi anomali, hal tersebut akan berpengaruh terhadap masa panen.

Menurut Khudori, pada kondisi normal, petani akan panen raya pada Februari-Maret. Hasilnya sebesar 65 persen dari produksi nasional. Pada Juni-September, masih ada panen dengan jumlh kecil. Paceklik terjadi pada Oktober-Januari.

"Tapi karena terjadi anomali, di mana hujan terlambat 1-1,5 bulan, akhirnya masa tanam dan panen mundur. Artinya, masa paceklik makin panjang 1-,15 bulan," kata Khudori dalam suatu diskusi di Jakarta, Sabtu (28/2/2015).

Khudori menilai pemerintah tidak mengantisipasi mundurnya masa tanam ini. Situasi makin sulit manakala pemerintah mengambil kebijakan menghentikan pembagian beras untuk rakyat miskin (raskin) pada November-Desember.

Akibat kondisi tersebut, masyarakat yang sebelumnya menikmati raskin beralih memburu beras ke pasar. Jumlahnya tidak sedikit, yakni 700.000 ton atau sekitar hampir 30 persen dari kebutuhan beras nasional tiap bulan. Sebanyak 15,5 juta rumah tangga sasaran penerima manfaat raskin yang tadinya tidak perlu mencari beras ke pasar, terpaksa membeli beras dari pasar.

Khudori yakin bahwa kondisi itu memicu eskalasi harga beras. Melihat ini semua, dia tidak menyalahkan jika pedagang mengambil kesempatan mengambil untung di saat masyarakat membutuhkan beras.

"Pedagang pasti tahu pemerintah punya stok berapa, yang ada di Bulog berapa. Ketika tergerus untuk operasi pasar (akibat ketiadaan raskin), (stok Bulog) itu kan semakin menipis. Kalau pedagang punya stok dan karena cadangan beras pemerintah itu sangat tipis, maka pasar itu sangat panas. Jadi pedagang menahan itu wajar karena memanfaatkan situasi. Memanfaatkan celah yang dibuka oleh pemerintah," kata dia.

Yang tidak dibenarkan, kata Khudori, pedagang besar yang menguasai pangsa pasar bersekongkol dan mengatur wilayah pemasaran dan mengatur harga. "Itu yang namanya kartel. Apakah sekarang terjadi kartel, pemerintah lah yang harus membuktikan itu," kata dia.

Khudori menyebutkan, pernyataan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang menyebut mundurnya masa tanam dapat meningkatkan produksi gabah, belum dapat dibuktikan secara empiris (baca: Masa Tanam Mundur, Menteri Amran Justru Senang).

Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha Syarkawi Rauf menilai pembatalan penyaluran raskin belum tentu menyebabkan lonjakan permintaan beras di pasar. Namun, dia sepakat bahwa masa tanam yang mundur memunculkan celah kekosongan stok untuk sementara waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com