Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengampunan Pajak untuk Menarik Uang WNI dari Luar Negeri

Kompas.com - 10/03/2015, 11:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Pemerintah berencana memberikan pengampunan pajak (tax amnesty) bagi para pelaku kejahatan pajak dan juga untuk pelaku kejahatan finansial lainnya. Syaratnya gampang, mereka harus membawa pulang dana miliknya yang tersimpan di luar negeri.

Maklum, menurut survei terbaru McKinsey Global Banking Pool yang dirilis Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), nilai dana milik warga negara Indonesia yang mengendap di rekening di luar negeri banyak. Angkanya mencapai 250 miliar dollar AS (sekitar Rp 3.250 trilun), atau 20 persen dari total dana Asian Currency Unit di dunia 1,2 triliun dollar AS.

Pemerintah berharap, dengan pengampunan pajak, sebagian dana itu masuk kembali ke Indonesia. Rencananya, aturan tersebut akan tertuang dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang akan dibahas pemerintah dan DPR.

Sejatinya, tax amnesty hanya satu dari beberapa poin penting perubahan UU KUP. Pemerintah memang memasukkan amandemen beleid itu sebagai salah satu dari 37 rancangan undang-undang (RUU) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Pemerintah menilai revisi UU KUP dirasa mendesak untuk meraih penerimaan pajak sesuai dengan target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

Maklum, sejak 2007 atau era Darmin Nasution menjadi Direktur Jenderal Pajak, penerimaan pajak tidak pernah berhasil mencapai target APBN. Tahun ini, pemerintah pasang target penerimaan pajak mencapai Rp 1.484,6 triliun atau naik Rp 346 triliun dari realisasi penerimaan tahun lalu. Padahal, tahun lalu saja penerimaan meleset Rp 102,7 triliun dari target. Makanya, pemerintah lantas berinisiatif mengamendemen UU perpajakan. Yang pertama diubah: UU KUP.

Sebelumnya, UU KUP sudah beberapa kali diamendemen. Tapi, ada beberapa poin penting dari perubahan kali ini. Pertama, ya, itu tadi, ada niatan dari pemerintah untuk menawarkan tax amnesty atau pengampunan pajak. Menurut Irawan, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, tax amnesty ini akan berbeda dengan Sunset Policy yang pernah dipraktikkan Ditjen Pajak pada 2008 lalu.

Kebijakan “Matahari Terbenam” ketika itu cuma menawarkan penghapusan sanksi administratif berupa bunga. Yang sekarang sedang dikaji adalah pemberian fasilitas penghapusan pokok utang pajak bagi mereka yang tidak melaksanakan kewajiban pajaknya. “Jadi, yang dibayar hanya semacam tebusan,” kata Irawan. Tujuannya, apalagi kalau bukan menarik dana yang parkir di luar negeri karena ingin menghindari pungutan pajak dalam negeri.

Pelanggaran yang mendapat pengampunan rencananya pun beragam. Bukan cuma kejahatan perpajakan, melainkan uang hasil tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan lainnya akan memperoleh pengampunan. “Ini masih didalami. Apa perlu diperluas,” ujar Misbakhun, anggota Komisi Keuangan (Xl) DPR, “Kalau wacana yang berkembang, yang tak bisa diampuni adalah dana terkait terorisme dan narkoba.”

Terobosan hukum luarbiasa ini bukan tanpa alasan. Bisa dibilang, ini langkah penghabisan lantaran pemerintah sudah kehabisan akal mengerek penerimaan pajak. Kendala utamanya, Ditjen Pajak tidak punya data pembanding untuk mengecek kewajiban perpajakan. Padahal, potensi pajak kita sebenarnya masih besar.

Buktinya, tax-to-GDP ratio atau perbandingan penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB) kita baru mencapai 12 persen. Sementara, tax ratio Singapura sudah 14,3 persen dari PDB, Malaysia 15,5 persen, China 17 persen, Korea Selatan 26,8 persen, dan Jepang 28,3 persen. Bukti lain, total dana deposito di perbankan mencapai Rp 4.000 triliun. Namun, pajak penghasilan (PPh) orang pribadi hanya Rp 4,7 triliun.

Sebetulnya, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 31/2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan. Lalu, aturan pelaksana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16/ PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan. Pada tahap awal penerapan PMK ini, sudah ada beberapa instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) yang diwajibkan untuk memberikan data ke kantor pajak.

Contohnya, ditjen lain di lingkungan Kementerian Keuangan, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I sampai IV, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kementerian Dalam Negeri termasuk pemerintah daerah. Lalu, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Perhubungan, serta Bank Indonesia (BI). Masalahnya, selain masih sangat terbatas jumlahnya, upaya memperoleh data pihak swasta dari ILAP terkait juga enggak gampang prosesnya. Soalnya, tangan Ditjen Pajak bisa diibaratkan terikat.

Alhasil, banyak pihak yang cenderung mendukung terobosan dengan kebijakan tax amnesty tersebut. DPR, misalnya, setidaknya, menurut Misbakhun, cenderung mendukung langkah pengampunan pajak ini demi mengerek penerimaan negara. “Kalau berhasil menarik dana dari luar negeri akan bermanfaat sekali,” katanya.

Darussalam, pengamat perpajakan, juga yang mendukung kebijakan tax amnesty itu. Menurut dia, tak perlu mencurigai wajib pajak (WP) secara berlebihan. “Semua ingin babak baru, ingin hidup tenang, sesuatu yang wajar saja. Jadi, minatnya pasti ada,” ucapnya.

Alumnus European Tax College ini bahkan menilai, peminat kebijakan itu kalau menawarkan penghapusan pokok pajak bakal lebih besar lagi dibanding Sunset Policy tahun 2008. “Ini babak baru rekonsiliasi nasional,” ujarnya. (Amal Ihsan Hadian, Mimi Silvia, Tedy Gumilar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gejolak Global, Erick Thohir Telepon Direksi BUMN, Minta Susun Strategi

Ada Gejolak Global, Erick Thohir Telepon Direksi BUMN, Minta Susun Strategi

Whats New
Inflasi Medis Kerek Harga Premi Asuransi Kesehatan hingga 20 Persen

Inflasi Medis Kerek Harga Premi Asuransi Kesehatan hingga 20 Persen

Whats New
Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Whats New
Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Whats New
Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Whats New
Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Work Smart
Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Earn Smart
Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Whats New
Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Earn Smart
Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Earn Smart
Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Whats New
Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Work Smart
Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Whats New
IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

Whats New
Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com