Bambang menjelaskan, posisi APBN saat ini tertolong karena tidak lagi terbebani subsidi bahan bakar minyak (BBM).
"Kalau misalkan gejolak rupiah terjadi tahun sebelumnya, APBN kita dalam ancaman karena apabila disertai harga minyak maka subsidi melambung. Itu cerita kalau terjadi tahun lalu," kata Bambang, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Bambang mengatakan, pelemahan rupiah juga masih relatif aman di angka 5 persen jika dibanding dengan negara lain seperti mata uang Brasil yang terdepresiasi hingga 17 persen dan Turki yang mencapai 16 persen. Apalagi, lanjut Bambang, reformasi subsidi menjamin pelemahan rupiah terhadap dollar AS tak akan berpengaruh pada APBN.
"Karena itu tak ada pengaruh terhadap budget defisit, kita harus lihat risiko fiskal lain, yakni penerimaan pajak," ujarnya.
Terkait penerimaan pajak, kata Bambang, angkanya juga akan digenjot. Bambang mengatakan, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 265 juta, dengan pemilik pekerjaan potensial sekitar 45 juta, tetapi jumlah wajib pajak pribadi hanya 27 juta dan yang membayar pajak hanya di bawah 10 juta.
"Artinya, ini banyak sekali yang harus dibenahi. Tax ratio rendah artinya kita belum lakukan pemungutan pajak, hanya seadanya. Tingkat kepatuhan pajak masih rendah, ini harus diperbaiki tanpa ganggu bisnis berjalan," papar Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.