Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelabuhan Kuras Devisa

Kompas.com - 13/03/2015, 15:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Sektor jasa kepelabuhanan, terutama pungutan biaya bongkar muat atau terminal handling charge atau THC dinilai berkontribusi menguras devisa. Kementerian Perhubungan perlu menetapkan pungutan THC dengan mata uang rupiah dan mengawasi pelaksanaannya.

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro di Jakarta, Kamis (12/3/2015). "Semua biaya di pelabuhan seharusnya menggunakan mata uang rupiah atau lokal. Di Thailand, Singapura, atau Malaysia, pungutan THC itu dalam local currency," kata Toto. Ia menilai, pungutan THC untuk peti kemas ukuran 20 kaki sebesar 95 dollar AS.

Jumlah peti kemas yang keluar masuk di Indonesia per tahun kurang lebih 10 juta peti kemas ukuran 20 kaki (TEUs). Dengan pungutan THC sebesar 95 dollar AS, devisa yang terkuras untuk membayar THC sebesar 950 juta dollar AS atau sekitar Rp 12,35 triliun.

Penasihat Senior Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Benny Soetrisno mengatakan, surplus atau defisit neraca pembayaran juga sangat ditentukan neraca perdagangan sektor jasa. Misalnya, pelayaran, asuransi, jasa travel, pendidikan, dan kesehatan. "Perusahaan asuransi, kan, banyak perusahaan asing," katanya.

Terkait pungutan THC, Benny juga mempertanyakan, apakah pungutan dari THC selama ini dikenakan pajak. Ia juga mempertanyakan, bagaimana petugas pajak menghitung pajak dari pungutan THC yang dibayar dengan mata uang dollar AS itu.

Sekretaris Perusahaan PT Pelabuhan Indonesia II Rima Novianti mengatakan, pihaknya menunggu petunjuk teknis penggunaan mata uang rupiah.

"Kami sudah lama menunggu konsultasi dengan Bank Indonesia mengenai petunjuk teknis pembayaran dengan rupiah. Namun hingga kini konsultasi itu belum dilaksanakan. Jadi, untuk sementara kami masih menggunakan mata uang dollar AS untuk transaksi dengan pelayaran internasional dan menggunakan rupiah untuk pelayaran domestik," kata Rima Novianti.

Ketua DPD Indonesia National Shipowners Association DKI Jakarta Alleson mengakui, saat ini praktik pembayaran di pelabuhan masih menggunakan mata uang asing.

"Terus terang kami lebih suka menggunakan mata uang asing, karena tidak pusing dengan kurs. Misalnya saja faktur keluar hari ini dengan kurs Rp 13.000. Lalu, kami baru membayar keesokan harinya, dan ternyata kurs Rp 13.200. Kami tentu akan mengalami kerugian. Jika kurs turun, pelabuhan yang akan rugi," ujarnya.

Nilai tukar rupiah menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate tercatat sebesar Rp 13.176 per dollar AS, melemah dari sehari sebelumnya Rp 13.164 per dollar AS. Perlu inisiatif untuk mengurangi permintaan mata uang dollar AS terutama dalam membiayai perdagangan internasional. Hubungan dagang dua negara bisa disepakati menggunakan masing-masing mata uang.

Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina menuturkan, kesepakatan antarnegara bisa dilakukan. Namun, kendala biasanya ada di pihak pengusaha. "Pengusaha ekspor-impor umumnya masih tetap menginginkan transaksi menggunakan dollar AS. Sampai sekarang, dollar AS dinilai sebagai aset yang paling aman," kata Dian, Kamis.

Ketentuan pidana

Undang-Undang No 7/2011 tentang Mata Uang mewajibkan seluruh transaksi di wilayah Republik Indonesia menggunakan rupiah. Setiap pelanggaran dikenakan sanksi pidana dan denda. "Kami akan mendorong transaksi antar-BUMN dan jasa- jasa lain di Indonesia menggunakan rupiah," kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. (ARN/BEN/LAS/FER/aha)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com