Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siap-siap, Era Bunga Tinggi hingga Tahun 2017

Kompas.com - 16/03/2015, 10:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal untuk mempertahankan kebijakan moneter ketat hingga tahun 2017. Ini artinya, BI akan cenderung mempertahankan suku bunga acuan tinggi seperti yang berlaku saat ini.

BI beralasan, kebijakan moneter ketat bertujuan untuk "mengobati" defisit transaksi berjalan yang diperkirakan berada di level tidak sehat ini hingga tahun 2017. Alhasil, dengan suku bunga acuan tetap tinggi, bunga kredit perbankan juga masih akan mahal hingga dua tahun mendatang.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, neraca transaksi berjalan pada tahun ini, 2016, dan 2017 masih akan defisit di kisaran 3 persen. Padahal, batasan current account deficit (CAD) yang sehat adalah di bawah 3 persen. Lebih baik lagi jika surplus. Artinya, ada dollar masuk ke pasar domestik. "Perbaikan CAD tak bisa dalam waktu singkat," kata Agus, akhir pekan lalu.

Tingginya CAD sebagian besar bersumber dari neraca pendapatan dan jasa. Data terakhir 2014, defisit neraca jasa adalah 10,53 miliar dollar AS, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 12,07 miliar dollar AS. Untuk neraca pendapatan, yaitu pendapatan primer, tercatat defisit 27,82 miliar dollar AS.

Pembangunan infrastruktur yang bakal semakin gencar mulai tahun ini diperkirakan akan mendorong impor barang modal sehingga menahan laju perbaikan neraca transaksi berjalan.

Di sisi lain, BI ingin mengarahkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat, yaitu 2,5 persen-3 persen. Karena itu, Agus mengatakan, BI akan terus mempertahankan kebijakan cautious (berhati-hati), tetapi cenderung ketat agar transaksi berjalan mengarah ke arah yang lebih sehat.

Sudah tepat

Bank sentral akan terus berupaya mengarahkan transaksi berjalan ke level sehat melalui koordinasi dengan pemerintah. Sekadar mengingatkan, pemerintah punya paket kebijakan untuk mengatasi pembengkakan CAD dan sekaligus menyelamatkan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

Kebijakan itu antara lain insentif pajak untuk reinvestasi, pembentukan badan usaha reasuransi, pengenaan bea masuk sementara atas tuduhan dumping, peningkatan porsi biodiesel dari 10 persen menjadi 15 persen, bebas visa untuk wisatawan Tiongkok, Korea, Jepang, dan Rusia, serta kelancaran remitansi dari tenaga kerja Indonesia (TKI). Rencananya, kebijakan itu akan keluar dan efektif mulai pekan ini.

Mantan Menteri Keuangan ini menjelaskan, upaya pemerintah yang akan menggelontorkan delapan paket kebijakan untuk menekan defisit transaksi berjalan, seperti membuat reasuransi dalam negeri, merupakan langkah yang baik yang dapat mengurangi CAD.

Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina melihat, CAD berpotensi naik tahun ini. CAD mungkin mulai membaik tahun depan jika implementasi delapan paket kebijakan itu berjalan. "Efek paket kebijakan ini terasa dua atau tiga tahun lagi," kata Dian.

Nah, saat implementasi kebijakan itu mulai berjalan, BI memang perlu tetap memberlakukan kebijakan moneter ketat agar CAD berjalan ke arah sehat. Soalnya, jika BI melonggarkan kebijakan dengan penurunan bunga acuan, kegiatan industri kembali terpacu. Alhasil, impor semakin meningkat dan defisit transaksi berjalan pun membesar. (Margareta Engge Kharismawati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com