Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banding Diterima, Menteri Susi Ingin MV Hai Fa Disita

Kompas.com - 09/04/2015, 11:41 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersyukur atas diterimanya pengajuan banding putusan Majelis hakim Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon terkait kasus MV Hai Fa. Ditambah lagi dengan kesimpulan dan saran dari Badan Keamanan Laut (Bakamla), Susi berharap MV Hai Fa bisa disita untuk negara.

“Yang jelas kita pertanyakan saja, kalau ikannya bisa disita, kenapa kapalnya tidak, seperti itu? Apakah kapal dan ikannya tidak jadi satu? Kan tidak. Mestinya dua-duanya bisa kita tindak. Mudah-mudahan kejaksaan bisa membuat satu banding yang bisa membuat MV Hai Fa ini disita oleh negara,” ucap Susi, Jakarta, Rabu (8/4/2015).

Susi mengatakan, kesimpulan dari Bakamla yang diterimanya menyebutkan, dalam kurun waktu pengamatan 7 bulan, dari bulan Juni 2014 sampai penangkapan MV Hai Va pada tanggal 27 Desember 2014 di Pelabuhan Wanam Merauke, MV Hai Va menghidupkan AIS (Automatic Identification System) selama 7 kali.

“Yakni pada tanggal 17 Juni sebanyak 4 kali, 18 Juni 2914, 11 November 2014, dan 11 Desember 2014,” kata Susi.

Kesimpulan Bakamla lainnya antara lain, dalam kurun waktu kurang lebih 3 bulan paska sehari penangkapan MV Hai Fa pada tanggal 28 Desember 2014 sampai di Ambon dalam penahanan dan proses persidangan pada tanggal 9 Maret 2015, tercatat selama 367 kali AIS kapal Hai Fa bekerja dengan baik.

“Dari poin A dan B tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa AIS MV Hai Fa sengaja dimatikan dengan maksud untuk menghindari pantauan dari petugas penegak hukum di laut serta mengabaikan keselamatan pelayaran dengan sengaja tidak mematuhi ketentuan IMO (International Maritim Organization),” jelas Susi.

Patut diduga, lanjut Susi, tindakan kesengajaan mematikan AIS dengan maksud untuk menghindari pentauan dari petugas penegak hukum di laut tersebut tidak semata-mata kesalahan dari nakhoda kapal, namun juga melibatkan pihak korporasi.

“Dengan alasan, pihak perusahaan MV Hai Fa membiarkan MV Hai Fa tidak menghidupkan AIS-nya. Padahal menghidupkan AIS di kapal memudahkan pihak perusahaan memonitor posisi kapalnya setiap saat,” sambung dia.

Susi menjelaskan, sarana laporan posisi secara manual dengan menggunakan Radio mempunyai keterbatasan jangkauan dan faktor ketergantungan dari perwira Radio sangat besar.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon memutuskan, kapal Hai Fa harus dikembalikan kepada pemiliknya.  Nakhoda kapal, Zhu Nian Le, juga hanya diganjar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam persidangan hari Rabu (25/3/2015), Ketua Majelis Hakim Matheus juga memerintahkan agar 800.658 kilogram ikan dan 100.044 kilogram udang milik PT Avona Mina Lestari yang disita juga dikembalikan. Barang bukti yang dirampas untuk negara hanya 15 ton ikan hiu jenis lonjor atau lanjaman dan ikan hiu martil.

Kapal Hai Fa ditangkap di Pelabuhan Umum Wanam, Kabupaten Merauke, Papua, pada 26 Desember 2014. Kapal Hai Fa berbendera Panama berbobot 4.603 gros ton (GT) ini merupakan kapal asing terbesar yang pernah ditangkap Pemerintah Indonesia karena melakukan penangkapan ikan ilegal.

baca juga: Menteri Susi Marah Kapal Pencuri Ikan Terbesar Hanya Dituntut Denda Rp 200 Juta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com