Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Perekonomian Masih Sesalkan Inkonsistensi Pemerintahan Lalu

Kompas.com - 17/04/2015, 21:08 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil rupaya masih menyesalkan inkonsistensi kebijakan pemerintah sebelumnya. Misalnya, kata dia, terkait kebijakan hilirisasi mineral tambang.

Penyesalan itu ia sampaikan kepada wartawan ketika ditanya terkait kesiapaan industri dalam negeri untuk meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Pasalnya, dengan semakin banyaknya industri yang dibangun, impor barang modal dan bahan baku/penolong bisa dikurangi.
Dengan demikian, defisit neraca transaksi berjalan bisa ditekan. “Kita harus menciptakan teknologi, kita mau meningkatkan TKDN, dan itu perlu waktu,” kata Sofyan ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (17/4/2015).

Misalnya, saat ini pemerintah mewajibkan bagi investor atau pengembang proyek kelistrikan harus menggunakan TKDN 40 persen untuk kapasitas 50 megawatt. Sofyan berharap, dengan semakin banyaknya teknologi yang bisa dibangun di dalam negeri, pemerintah akan menaikkan skala kapasitasnya menjadi wajib 40 persen TKDN untuk kapasitas 200 megawatt.

Kendati demikian, dia menyadari peningkatan teknologi tersebut membutuhkan waktu, dan tidak bisa dicapai dalam sekejap. Namun yang penting, pemerintah ke depan memiliki peta jalan (roadmap) yang jelas dan konsisten dengan roadmap yang ada. “Selama ini (pemerintah) kurang konsisten. Seperti roadmap melakukan hilirisasi. Sejak 2008-2009 sudah dikatakan lima tahun bikin smelter. Tapi karena tidak konsisten dan pengusaha tidak yakin pemerintah konsisten sehingga mereka tidak patuh,” ujar Sofyan.

Sementara itu, ketika ditanya mengenai kemungkinan meningkatkan impor barang modal pada April ini – didorong investasi dan proyek infrastruktur – Sofyan mengatakan bahwa hal itu pasti akan terjadi. “Kita kan kalau mau membangun infrastrutkur harus perlu banyak impor barang modal. Dan impor barang modal itu pasti akan menyumbang defisit. Tapi tidak masalah selama kualitas defisit itu bagus. Kalau dulu CAD kita besar karena kita impor BBM subsidi, sekarang impor untuk membangun listrik misalnya,” pungkas Sofyan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com