Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi Wajibkan Pengusaha Perikanan Tangkap Asuransikan ABK

Kompas.com - 27/04/2015, 20:44 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Lebih dari 500.000 orang di seluruh dunia dipekerjakan di kapal-kapal yang terindikasi melakukan penangkapan ikan ilegal. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pelakunya adalah jaringan sindikasi yang tak lebih dari 20 kelompok.

Maraknya kasus perbudakan di kapal ikan menjadi perhatian Susi, utamanya setelah terbongkarnya kasus perbudakan yang dilakukan PT Pusaka Benjina Resources (PT PBR) yang terjadi di Benjina, Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Kep.Aru. Susi sangat prihatin akan kondisi para ABK Myanmar yang menjadi korban perbudakan PT.PBR. “Kalau kita lihat orang-orang Myanmar di Benjina hanya pulang dengan pakaian yang melekat dan satu kresek, siapa yang bisa menjamin bahwa ABK Indonesia di luar tidak diperlakukan seperti itu?” ucap Susi khawatir, Jakarta, Senin (27/4/2015).

Susi menyadari, bukan tidak mungkin perbudakan yang sama naasnya menimpa warga negara Indonesia yang bekerja di kapal asing, di perairan yang jauh dari wilayah NKRI. Susi mengatakan, jika dibandingkan dengan laut Bering, Atlantik, dan Amerika Selatan, perairan Benjina jauh lebih hangat. Susi tidak bisa membayangkan, bagaimana nasib WNI yang terjebak menjadi budak kapal ilegal yang berlayar di laut Bering, Atlantik, atau Amerika Selatan.

Sayangnya, untuk melindungi WNI yang bekerja di kapal asing, Susi mengakui saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak memiliki data yang lengkap, begitu pula dengan Kementerian Tenaga Kerja. Bahkan dalam kesempatan sama, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyatakan, WNI yang tercatat bekerja di kapal asing hanya 210.000 orang. “Mungkin di luar itu (catatan kami) masih ada,” kata Hanif.

Tumpang tindih regulasi

Susi mengatakan, banyak perizinan yang tumpang tindih dalam usaha perikanan tangkap. SIUP agen tenaga kerja bukan dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja, melainkan oleh Kementerian Perdagangan. Sementara itu, sertifikasi untuk izin layar yang harusnya dikeluarkan KKP, justru dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. “Karena tumpang tindih, dan masing-masing mengerjakan masing-masing, maka banyak pelaut Indonesia ini tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya,” kata Susi.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menambahkan, ada tiga isu yang menjadi perhatian Kemenaker soal ABK kapal ikan, yakni izin kapalnya, agen penempatan, serta kompetensi dan sertifikasi ABK. “Tiga isu besar itu dipastikan harus ada regulasi diantara kementerian terkait, agar bisa menjamin dari segi pelayanan dan perlindungan terhadap ABK bisa optimal. Ini yang akan kita koordinasikan dengan Kemenhub, Kemendag, dan Kemenlu,” ujar Hanif.

Asuransi

Salah satu langkah yang akan ditempuh Susi untuk memberikan perlindungan terhadap ABK adalah mewajibkan pengusaha perikanan tangkap untuk mengasuransikan ABK yang dipekerjakan. “Saya baru wacana izin SIPI dan SIKPI bisa dikeluarkan jika mereka punya BPJS untuk ABK-nya. Kalau tidak, tidak akan kita terbitkan,” kata Susi.

Selain asuransi, Susi juga akan mewajibkan ABK yang akan bekerja di kapal ikan untuk mengantongi sertifikasi dari departemen yang berwenang. “Saya pikir kalau Kemendag yang mengeluarkan sedikit tidak inline. Ya manusia kan bukan komoditi,” kata Susi.

Susi juga meminta kepada Menaker untuk memberikan kompensasi gaji lebih tinggi bagi para pelaut daripada pekerja di darat. Alasannya, resiko yang dihadapi para pelaut lebih tinggi dari pekerja di darat.

Kedua, standar hidup di kapal sangat marginal. Pasalnya, di kapal sangat terbatas air bersih dan makanan bergizi. Selain itu, fasilitas hidup yang kurang layak. Upaya perlindungan lain yang akan ditempuh pemerintah untuk ABK di kapal asing, yaitu Susi akan mengadakan pertemuan bilateral dengan negara-negara yang mempekerjakan ABK asal Indonesia. “Karena kalau kita mengharapkan perusahaan yang bertanggungjawab, saya pikir lebih signifikan kalau ke negara,” ucap Susi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com