Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaga Risiko Fiskal, DPR Minta Pemerintah Akselerasi Belanja Modal

Kompas.com - 28/05/2015, 02:21 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi XI DPR RI mengapresiasi Kementerian Keuangan yang sudah menyiapkan berbagai solusi menghadapi berbagai kemungkinan risiko fiskal. Namun, Komisi XI tetap mengingatkan bahwa solusi terbaiknya adalah pemerintah semaksimal mungkin segera merealisasikan pembelanjaan demi mendorong pertumbuhan ekonomi.

Hal itu mengemuka dalam rapat Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bersama jajarannya, di Jakarta, Rabu (27/5/2015). Dalam rapat itu, Menkeu Bambang mengakui adanya potensi risiko fiskal dalam pelaksanaan APBN-P 2015. Sebab berdasarkan realisasi APBN-P 2015 per 22 Mei, terdapat penerimaan perpajakan yang berpotensi lebih rendah dari target.

Selain itu, penyerapan belanja kementerian dan lembaga, secara alamiah terealisasi kurang dari 100 persen.

"Berdasar outlook itu, maka mungkin akan terjadi pelebaran desifit yang wajar dan manageable," kata Menkeu.

Dalam hal terjadi pelebaran defisit, Menkeu mengatakan, pemerintah akan fokus ke sumber pembiayaan aman dan berisiko rendah. Misalnya, sumber pinjaman multilateral atau bilateral yang menyediakan stand-by loan, atau menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) yang dibolehkan dalam UU.

"Kita akan meminimalkan pengeluaran SUN rupiah atau SBN domestik, yang risikonya kuat. Apalagi kepemilikan asing saat ini cukup tinggi," kata Menkeu.

Menanggapi itu, anggota Komisi XI DPR RI M Misbakhun mengatakan, pihaknya bisa mengapresiasi pemerintah yang sudah memberi keyakinan bahwa penyelenggaraan ekonomi negara bisa diatur dengan baik.

"Saya rasa, risiko fiskal di APBN-P sudah diatur bagus, ritme dijaga. Paling tinggal diatur lebih detil," kata Misbakhun.

Menurut dia, pemerintah perlu mendorong realisasi belanja modal yang bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, lebih dari Rp 290 triliun anggaran negara sudah siap keluar lewat kontrak-kontrak.

"Kalau masih kontrak, kan belum direalisasikan. Kalau bisa itu didorong segera dilaksanakan. Belanja rutin juga harus jadi pendorong. Karena harus diakui, kualitas pembangunan kita saat ini masih tergantung spending pemerintah," ujar Politisi Partai Golkar ini.

Terkait pembiayaan defisit, Misbakhun mengingatkan agar Pemerintah menghindarkan kemungkinan menggunakan fasilitas pinjaman yang terlalu mengikat. "Entah multilateral atau bilateral. Kalau mendikte kita, itu tak boleh," ujarnya.

Dia juga mendorong agar Kementerian Keuangan membuat laporan lebih detil terkait pendapatan pajak negara dan hambatan-hambatannya.

Sementara Anggota Komisi XI DPR RI lainnya, Hendrawan Supratikno, menyatakan bahwa yang penting dalam menghadapi risiko fiskal adalah memelihara daya beli masyarakat.

"Ini penting dijaga. Lalu segera saja pemerintah melaksanakan proyek kerja masif di pedesaan. Proyek-proyek padat karya harus segera dilakukan," ujarnya.

Sementara menghadapi defisit pendapatan negara, Hendrawan mengatakan DPR RI masih belum bisa seoptimis Pemerintah terkait program sunset policy jilid II. Sebab kondisi di lapangan menunjukkan pelaksanaan sunset policy jilid II itu kurang greget.

"Makanya muncul ada rencana tax amnesty. Saya sendiri setuju itu, termasuk semua anggota DPR. Tentunya fasilitas itu diberikan dengan syarat jelas dan melibatkan aparat hukum," ucap politisi PDI-P itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com