Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Beras Abal-abal Tidak Kembali Muncul

Kompas.com - 04/06/2015, 11:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Dua pekan terakhir negeri ini geger. Sumber kegemparan bukan berasal dari panggung politik yang memang masih memanas sampai hari ini. Bukan. Tapi, sumbernya adalah isu beras palsu. Maklum, beras adalah bahan makanan pokok kebanyakan masyarakat Indonesia. Tambah lagi, bulan puasa tinggal sebulan lagi, ketika isu beras sintetis itu mencuat ke permukaan.

Memang, setelah melakukan uji laboratorium atas beras yang diduga beras palsu, pemerintah memastikan bahwa beras itu bukan beras sintetis dan tidak mengandung plastik. Tapi, bukan berarti tidak ada langkah lanjutan atas isu yang sempat membuat penjualan beras di pasar-pasar tradisional anjlok– sesuai klaim pedagang–itu.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel berencana mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang perizinan beras kemasan bermerek. “Untuk mencegah agar kasus beras sintetis tidak muncul lagi,” katanya.

Lewat peraturan menteri perdagangan (permendag), pemerintah bakal mewajibkan semua yang melakukan pengemasan dan pendistribusian atau perdagangan beras kemasan mendaftarkan diri sebagai pelaku usaha terdaftar beras. Dengan begitu, pemerintah bisa tahu semua pemain di bidang perberasan, jenis beras yang dikemas, maupun asal usul berasnya.

Ya, kasus beras sintetis mengungkap fakta tentang kelemahan pemerintah dalam pengawasan beras kemasan. Rachmat mengakui, pemerintah selama ini tidak memiliki data soal merek beras yang beredar di pasaran. Padahal, jumlahnya mencapai ratusan merek. Alhasil, pemerintah pun lumpuh dan tidak bisa langsung mengecek beras yang disinyalir beras sintetis itu produknya siapa dan siapa yang memproduksi.

Ke depan, dengan permendag itu, Kementerian Perdagangan (Kemdag) akan mendata semua merek beras yang ada di pasar. “Dengan aturan tersebut, kami akan fokus pada distribusi dan kejelasan produk beras,” tegas menteri yang juga punya perusahaan pengemas beras ini.

Selain aturan yang memperketat perizinan beras kemasan, beleid lain yang akan terbit juga memberikan wewenang bagi Kemdag menetapkan kebijakan harga komoditas utama. “Juga mengelola stok dan logistik serta ekspor impor bahan pangan,” ungkap Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan.

Peraturan itu produk turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengendalian Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang sejauh ini masih di meja Presiden menunggu pengesahan. Yang pasti, pemerintah bisa menentukan harga maksimal barang kebutuhan pokok. “Bagaimana penetapannya, saat ini belum selesai. Perpres belum ditandatangani Presiden,” ujar Rachmat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com