Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akan Bahas Kembali Mekanisme Pencairan Jaminan Hari Tua

Kompas.com - 02/07/2015, 20:27 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa pemerintah akan membahas kembali mekanisme pencairan jaminan hari tua (JHT). Perubahan mekanisme pencairan JHT yang merupakan salah satu program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan ini menuai protes.

Berdasarkan aturan baru, JHT hanya bisa dicairkan ketika karyawan sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun. Itu pun baru bisa diambil sebesar 40 persen dari total tabungan dengan rincian 10 persen tunai dan 30 persen untuk pembiayaan perumahan.

"Lagi transisi dulu sebulan untuk dibahas bagaimana baiknya," kata Kalla di Jakarta Convention Center, Kamis (2/7/2015).

Kalla tidak menjanjikan aturan baru ini akan direvisi lagi. Menurut Wapres, penerapan suatu aturan baru memerlukan masa transisi sehingga bisa diterima masyarakat.

"Memang butuh transisi, kan tidak langsung, baru efektif per 1 Juli kemarin BPJS itu, jadi butuh waktu persiapan saja," ucap Kalla.

Aturan baru itu diterbitkan berdasarkan Undang-Undang Nomor tahun 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 37 ayat (3). Ayat itu berbunyi, "Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun".

Sebelum aturan itu terbit, JHT bisa dicairkan jika kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan (dulu Jamsostek) minimal 5 tahun. Pada masa itu, peserta dapat mencairkan semua saldo tabungan.

Akibat perubahan mekanisme pencairan JHT ini, sejumlah pekerja melakukan aksi unjuk rasa di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Makassar di Jalan Urip Sumohardjo, Makassar, Rabu (1/7/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com