Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres: Besaran Subsidi dalam RAPBN 2016 Hanya 9-10 Persen

Kompas.com - 29/07/2015, 16:52 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa besaran subsidi yang dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 hanya 9 persen hingga 10 persen. Alokasi anggaran untuk subsidi ini berkurang dari sebelumnya yang mencapai 22 persen.

"Ini yang saya katakan tadi, tugas Bappenas dan Menkeu yang paling mudah di dunia. Semua sudah diatur, pendidikan 20 persen, kesehatan 5 persen, dan total subsidi (lain) 22 persen. Tahun depan hanya 9 atau 10 persen," kata Kalla, saat memberi pengarahan terkait Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran dalam rangka Pengendalian Pembangunan di Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Rabu (29/7/2015).

Dalam paparannya, Kalla menyampaikan bahwa alokasi subsidi 9 persen itu terdiri dari dua persen subsidi listrik, tiga persen subsidi bahan bakar minyak, serta empat persen subsidi nonenergi. Di luar subsidi itu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib mengalokasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan, serta 5 persen anggaran untuk kesehatan.

"Transfer (daerah) 24 persen, bayar utang sekian, bayar subsidi sekian, total hampir 80 persen," ujar Kalla.

Total anggaran terikat atau nondiskresi mencapai 81 persen dari RAPBN 2016. Alokasi anggaran terikat ini sudah diatur undang-undang, sehingga pemerintah hanya mempunyai diskresi terhadap 19 persen RAPBN.

"Jadi kewenangan otak-atik anggaran hanya 19 persen. Apa yang harus diubah, cara berpikir supaya anggaran 81 persen itu saling mendukung program lainnya, seperti pendidikan 20 persen, sama-sama menyusun anggaran pendidikan yang betul," tutur Kalla.

Lebih detail mengenai RAPBN 2016 ini, Kalla menyampaikan bahwa Presiden akan memaparkannya saat membacakan nota keuangan di DPR pertengahan Agustus mendatang. Wapres juga menekankan pentingnya menyusun perencanaan yang baik dan sesuai dengan tujuan nasional.

Kalla berharap penyusunan anggaran baik di daerah maupun di tingkat pusat tidak hanya mengikuti kepentingan politik pihak yang tengah berkuasa. Ia menyoroti implementasi alokasi anggaran pendidikan yang merupakan alokasi anggaran terbesar dalam APBN.

"Tujuan pendidikan apa? mencerdaskan, keahlian, harus dibagi begini, ini bahaya karena diblok. Kemendikbud lalu bikin kantor baru juga masuk anggaran pendidikan, karena itu kita moratorium gedung kantor. Bagaimana memperbaiki SMK, mutu pekerja, harus jelas diharuskan seperti itu dan hanya rancangan nasional yang harus memutuskan itu," tutur dia.

Sebelumnya, Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati asumsi dasar dan target pembangunan dalam RAPBN 2016. Kesepakatan ini mencakup target pemerintahan Joko Widodo dari angka pengangguran dan kemiskinan.

Asumsi dasar dalam RAPBN 2016 yang disepakati pemerintah dan Badan Anggaran DPR, antara lain pertumbuhan ekonomi 5,5 persen-6 persen atau lebih rendah dari yang diusulkan 5,8 persen-6,2 persen. Inflasi tetap di kisaran 3 persen sampai 5 persen.

Nilai tukar rupiah dari usulan Rp 12.800-Rp 13.200 per dolar AS menjadi Rp 13.000 sampai Rp 13.400 per dolar AS. Sementara tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 4 persen-6 persen.

Harga minyak (ICP) lebih rendah menjadi 60 dollar AS - 70 dollar AS per barel dari sebelumnya 60 dollar AS - 80 dollar AS per barel. Lifting minyak dari 830 ribu-850 ribu barel per hari menjadi 800 ribu-830 ribu barel per hari. Lifting gas bumi dari 1.100-1.200 ribu barel setara minyak per hari menjadi 1.100-1.300 ribu barel setara minyak per hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com