Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iwan, Berdayakan Petani dengan Perangkap Tikus

Kompas.com - 02/08/2015, 22:47 WIB


KOMPAS.com -
Melihat hama tikus sawah yang merajalela di kawasan sawah garapannya di Dusun Watu, Argomulyo, Bantul, Iwan Maryanto berinisiatif membuat jebakan tikus sendiri. Dia memberdayakan petani lain untuk membuat alat ini. Hasilnya, hama bisa dikurangi dan hasil panen lebih maksimal.  

Salah satu jenis hama yang cukup menimbulkan kerugian dalam pertanian adalah tikus sawah. Hama tikus ini biasanya muncul mulai dari persemaian hingga sampai di gudang ketika hasil panen sudah rapi tersimpan. Lebih lagi, populasi tikus sawah berkembang cukup cepat. Tentunya kerugian yang ditimbulkan pun cukup besar, apalagi jika tidak ditanggulangi.

Serangan hama tikus ini juga terjadi areal persawahan di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Di wilayah ini memang banyak terdapat areal persawahan dan kerap gagal panen karena hama tikus. Iwan Maryanto, pria asli Bantul yang menjadi Ketua Kelompok Tani Subur Makmur di Dusun Watu, Argomulyo, Bantul, mencoba mengatasi hal ini dengan membuat jebakan tikus sendiri.

Pria berusia 41 tahun ini memproduksi jebakan tikus dari kawat besi berukuran 30 cm x 45 cm dengan tinggi 20 cm bernama Bubu. Alat ini mampu mengurung lebih dari 30 ekor tikus dalam semalam. Dia memberdayakan 10 petani lainnya untuk membuat perangkap ini.

Iwan menjelaskan, setiap 100 meter sawah terdapat satu jebakan. Namun, saat ini Maryanto masih memiliki 20 alat untuk lima blok sawah saja. Padahal seluruh areal sawah di area Gapoktan Agromulyo ada 29 hektar (ha). "Paling tidak dalam satu ha membutuhkan sedikitnya 10 jebakan tikus," kata dia.

Kerja alat jebakan dibilang Maryanto cukup sederhana. Setiap jebakan diberi umpan seperti ikan untuk memancing tikus datang dan masuk. Ketika sudah masuk tikus tidak bisa keluar. Petani juga tidak perlu menunggu, hanya mengambil hasil jebakan saat pagi hari. Dia bilang, selama 10 hari lebih dari 300 tikus sawah tertangkap.

Setelah tikus-tikus tertangkap, Iwan menjual semua tikus mati tersebut ke peternak burung hantu untuk dijadikan pakan burung hantu. Satu jebakan yang berisi 30 tikus biasanya dihargai Rp 45.000. Nah, uang hasil penjualan dikumpulkan untuk membuat jebakan yang baru.

Sejak adanya alat ini, Iwan mengaku meski panen tetap tiga kali dalam setahun, namun hasil panen para petani bisa lebih maksimal. Saat ini Iwan memang belum memproduksi alat ini secara massal. Namun, dari semua cara untuk menghambat hama, menurut dia cara ini yang paling efektif dibanding metode lain.

Agar dapat diproduksi dalam jumlah besar, para petani saat ini sedang berusaha mengajukan ke pemerintah kabupaten untuk mendapat modal usaha. Mereka sempat mendapat bantuan CSR dari TBBM Pertamina Bantul sebanyak 10 alat. Ke depan, Maryanto ingin Bubu dapat diproduksi massal sehingga bisa digunakan oleh lebih banyak petani. Jika dihargai, banderolnya bisa mencapai Rp 50.000 per unit. (Rani Nossar)          

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Whats New
Kepala Bappenas: Selama 10 Tahun Terakhir, Pertumbuhan Ekonomi Stabil di Angka 5 Persen

Kepala Bappenas: Selama 10 Tahun Terakhir, Pertumbuhan Ekonomi Stabil di Angka 5 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com