Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyiasati Rupiah yang Semakin "Terjun Bebas"

Kompas.com - 27/08/2015, 15:01 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com – Melemahnya mata uang rupiah beberapa bulan terakhir menjadi topik perhatian utama di Indonesia. Bahkan, pekan ini Dollar AS terus membumbung tinggi hingga mencapai level Rp14.000.

Hal tersebut sontak menyedot perhatian banyak pihak, terutama para importir. Hal itu mengingat sebagian besar mereka melakukan transaksi pembelian komoditi dalam mata uang dollar AS. Jika dikonversikan ke dalam mata uang rupiah, pembelian tersebut menyebabkan harga dasar komoditi melejit tinggi. Apalagi, komoditi yang diimpor beragam, mulai bahan-bahan konsumsi hingga alat produksi, termasuk bahan baku dan barang modal.

Dapat dibayangkan besarnya efek domino yang ditimbulkan dari lemahnya mata uang rupiah tersebut. Dampaknya, peningkatan harga jual ke distributor, konsumen hingga end user menjadi selangit dan otomatis disertai turunnya permintaan dan daya beli barang tersebut.

Namun, bagi importir, dampak tersebut menjadi tantangan tersendiri untuk mencari strategi jitu menyiasati kondisi nilai tukar dollar AS yang makin tinggi. Adakah jalan keluar?

Peluang bisnis

Efek dari anjloknya rupiah terhadap dolar bak dua sisi mata uang logam. Masing-masing sisi tak bisa dipisahkan, namun juga sulit dipertemukan.

Lemahnya rupiah dianggap sebagai hal yang merugikan pihak importir, dan sebaliknya menguntungkan eksportir. Mereka dapat meningkatkan penghasilannya, dengan catatan komponen produksinya tidak bergantung pada bahan-bahan yang harus diimpor dari luar negeri.

Pada dasarnya, kondisi tersebut menjadikan harga barang ekspor dari Indonesia semakin kompetitif dan lebih murah. Negara lain sebagai importir atau individu yang memegang dollar AS akan semakin terdorong mengambil barang dari Indonesia, karena keuntungannya bisa lebih besar daripada sebelumnya.

Momentum bagi eksportir

Dengan pertimbangan tersebut, kondisi itu dinilai sebagai momentum bagi eksportir. Bagi pengusaha di sektor lain, membuat produksi yang berorientasi ekspor akan menjadi tantangan. Jalan ini dianggap baik dan dapat menjadi jalan keluar di tengah kondisi rupiah yang terus terjerembab.

Shutterstock Lemahnya rupiah dianggap sebagai hal yang merugikan pihak importir, sebaliknya menguntungkan bagi eksportir.

Namun, ada beberapa hal harus diperhatikan saat menjajal ceruk bisnis di kancah internasional. Selain memerlukan jaringan dan koneksi, seorang eksportir dituntut memiliki mitra yang mampu membantu aktifitas bisnisnya. Salah satunya adalah memanfaatkan dukungan perbankan yang memiliki jaringan bank koresponden di seluruh dunia.

PT Bank Central Asia Tbk merupakan satu dari deret bank yang memiliki lebih dari 2.000 jaringan bank koresponden di seluruh dunia, serta melayani transaksi dalam 14 mata uang asing. Dengan dukungan ini, PT Bank Central Asia Tbk dapat memberikan bantuan pembiayaan post-shipment untuk memenuhi kebutuhan cash flow perusahaan importir dan eksportir baik untuk transaksi perdagangan dalam maupun luar negeri.

Bank dengan layanan seperti ini dapat menjadi pilihan mitra kerja strategis bagi pengusaha maupun pemerintah, terutama untuk menghadapi tantangan krisis finansial global saat ini.

Baca juga: Tak Semua Orang Bisa Menjadi Eksportir Sukses, Tapi Ada Kuncinya!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com