Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apjati Ingin Pemerintah Buka Peluang Pengiriman TKI Agar Ekonomi Bergerak

Kompas.com - 29/08/2015, 15:42 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) buka suara soal anjloknya nilai tukar rupiah belakangan ini. Apjati menegaskan, pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk sebuah solusi, jika tidak ingin ekonomi Indonesia semakin terpuruk.

Sekretaris Jendral Apjati, Muhammad Ali Ridho menegaskan bahwa salah satu solusi yang mempunyai peran besar dalam menyelamatkan perekonomian Indonesia, adalah pemerintah kembali melakukan pengiriman TKI ke luar negeri. Pemerintah harus membuka peluang, membuka akses selebar-lebarnya kepada warganya yang ingin bekerja di luar negeri. Dengan catatan, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan atau aturan jelas terlebih dulu soal jaminan kesejahteraan, kualitas dan kelayakan penempatan kerja para Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sebelum diberangkatkan.

"Sebenarnya sederhana solusinya, salah satu solusinya adalah pemerintah membuka seluas-luasnya dan mempermudah bagi warganya yang ingin mencari peluang dan bekerja ke luar negeri, tapi, pemerintah harus membuat aturan dulu soal jaminan penempatan, perlidungan, kesejahteraan TKI yang komprehensif dan bermartabat," kata Ali Ridho kepada Kompas.com melalui saluran telepon, Sabtu, (29/8/2015).

Menurutnya, solusi ini penting dilakukan, pasalnya, hal ini bisa mendatangkan dan memperkuat cadangan devisa untuk Indonesia. Kata dia, pada akhirnya bisa membantu meningkatkan kondisi ekonomi Indonesia.

"Oleh karena itu, Apjati mendesak pemerintah segera membuka semua peluang kerja ke luar negeri sebagai salah satu solusi yang bisa memperkuat cadangan devisa yang pada akhirnya akan membantu menyelamatkan rupiah dari keterpurukannya," tegas Ali Ridho.

Ali Ridho menilai, Indonesia kini malah kalah saing dengan negara-negara tetangga seperti Filipina, Banglades dan beberapa negara tetangga lainnya. Beberapa negara tersebut mampu menguatkan devisa yang dipicu dari dibuatnya kebijakan penempatan dan perlindungan tenaga kerja yang terstruktur.

Selain mendatangkan keuntungan bagi negara, para tenaga kerjanya terjamin penempatan, perlindungan dan kesejahteraannya.

"Banyaknya devisa yang seharusnya masuk ke Indonesia melalui TKI menjadi jauh berkurang, kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Indonesia, malah diambil dan dinikmati oleh negera pesaing penempat tenaga kerja ke luar negeri seperti Filipina, Bangladesh dan beberapa negara lainnya," katanya.

Padahal, lanjut dia, ekonomi Indonesia dalam beberapa dekade telah ditopang oleh besarnya devisa yang masuk dari remmitance TKI kita di luar negeri. Menurut catatan Bank Indonesia (BI), sambung dia, nilainya berkisar 180 triliun pertahun.

"Belum lagi dari proses penempatan dan juga yang dikirim sendiri tanpa melalui bank serta yang dibawa langsung oleh TKI-nya sendiri. Itu mungkin bisa dua kali lebih besar dan lebih besar lagi," katanya.

Sebetulnya, kata Ali Ridho, pejabat-pejabat di pemerintahan tahu betul bahwa dengan membuat aturan penempatan yang jelas untuk para TKI dan membuka dan mempermudah akses lapangan pekerjaan bagi TKI, akan mendapat banyak manfaat dan keuntungan bagi negara.

"Selama ini kita tahu, para pejabat di pemerintahan itu tahu, tapi anehnya tanpa persiapan mendasar pemerintah menyetop secara permanen penempatan 'Domestic Helper' dan tidak memberikan solusi yang jelas," keluhnya.

Ini terbukti dari situasi tata kelola penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, terutama TKI yang merantau di kawasan Timur Tengah, Arab Saudi misalnya. "Sampai sekarang tata kelola penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri hanya dikemukakan dan digembar-gemborkan saja, serta digambarkan melalui pakar-pakar ekonomi dengan kajian-kajian yang hanya mengedepankan teori tanpa kepastian, dan hasilnya seperti kita alami bersama saat ini keterpurukan rupiah yang makin dalam," keluhnya.

"Kemudian, aturan yang seperti sekarang ini hanya karena gengsi dan alasan tidak mendasar pemerintah menetapkan kebijakan yang membuat rakyat kecil sengsara," tambahnya.

Dia menambahkan, penyebab rupiah anjlok dan menurutnya perekonomian di Indonesia, selain karena faktor eksternal yaitu menguatnya mata uang dollar AS terhadap mata uang global dan devaluasi Yuan China, penyebab terpenting karena kurang berani dan kurang tegasnya pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan yang justru membantu membangun Indonesia ke arah yang lebih baik, misalnya kebijakan membuat aturan yang mengatur jaminan kesejahteraan, perlindungan dan kualitas penempatan kerja para TKI di luar negeri, seperti contoh para TKI di kawasan Timur Tengah.

"Pejabat - pejabat di pemerintahan kita kurang berani mengambil kebijakan, ini terlihat jelas dari rendahnya serapan APBN negara kita. Sebenernya, ketakutan dikriminaliasi dalam mengambil kebijakan itu tidak perlu terjadi, apalagi kalau kebijakan itu pro rakyat," katanya.

Sekarang, tegas dia, pemerintah sudah saatnya tegas mengambil kebijakan tanpa didasari rasa ragu, terutama mengambil atau membuat kebijakan soal penempatan TKI ke luar negeri yang akhirnya akan berdampak pada meningkatnya ekonomi nasional.

"Sekarang waktunya pemerintah harus berani mengakui kenyataan bahwa penempatan TKI ke luar negeri yang berketerampilan dan terlindungi, sebagai salah satu solusi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com