Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Valuasi Rupiah Sudah "Overshooting"

Kompas.com - 07/09/2015, 16:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah yang kian tajam, pemerintah perlu bergegas menyiapkan berbagai solusi sebagai langkah antisipatif. Dana cadangan seperti Billateral Swap Agreement (BSA) dan program Bond Stabilization Fund (BSF) pun mulai dilirik.

David Sumual, Ekonom Bank BCA menjelaskan pemerintah memang punya BSA dan BSF yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu cadangan devisa menyusut tajam dan rupiah semakin mengkhawatirkan. Melihat pergerakan rupiah saat ini, memang David menilai penggunaan dana BSA dan BSF belum diperlukan.

“Tapi, untuk merealisasikannya juga butuh waktu, approaching sudah bisa dilakukan paling tidak untuk antisipatif,” jelas David. Hal ini dimaksudkan agar sewaktu-waktu krisis melanda, pemerintah sudah siap dengan beragam rencananya.

Membahas BSA yang merupakan kerjasama antar bank sentral atau dikenal dengan istilah Chiangmai Initiative, berdasarkan penjelasan David, Indonesia punya kontrak perjanjian dengan China, Jepang dan Korea Selatan.

Komitmen Bank Indonesia dengan China bernilai 15 miliar dollar AS, lalu dengan Jepang 22 miliar dollar AS dan terakhir dengan Korea Selatan 10 miliar dollar AS.

Namun, program BSA ini tidak bisa langsung berfungsi cepat karena membutuhkan negosiasi ulang. Ini pula yang menyebabkan David menyarankan untuk pendekatan dilakukan sesegera mungkin. “Apalagi dengan mempertimbangkan ekonomi China saat ini yang devisanya juga menyusut, bisa jadi China pun sulit membantu,” papar David.

Selain itu, David juga menyarankan sebaiknya BI dan pemerintah juga melakukan pendekatan program BSA baru dengan negara mitra dagang Indonesia besar lainnya. Sebut saja Timur Tengah dan Eropa. Sebabnya, negara-negara tersebut memiliki investasi yang besar di Indonesia, tentunya kelangsungan ekonomi Indonesia akan menjadi pertimbangan mereka juga. Akan lebih mudah untuk menjalin kesepakatan bersama.

Sementara jika membahas BSF, program itu baru dapat dijalankan jika sudah ada protokoler dari pemerintah dan BI. “Misalnya, dengan menggunakan dana cadangan dari BUMN untuk buyback saham di pasar yang ditinggalkan oleh asing,” jelas David. Risikonya, dana cadangan yang bisa digunakan untuk ekspansi harus tertunda.

Menurut David, semua program tersebut belum diperlukan. Namun memang sudah seharusnya disiapkan oleh pemerintah. “Kita masih jauh dari krisis, rakyat tidak seharusnya panik tapi tim antisipasi krisis pemerintah sudah harus siap dengan beragam skenario agar nantinya kita siap menghadapi segala situasi,” ungkap David.

Ubah porsi portofolio SUN

Di luar solusi antisipatif ini, David menganalisa kebutuhan utama ekonomi Indonesia saat ini adalah restrukturisasi dan kerja nyata yang berimbas langsung pada ketahanan ekonomi. “Tidak ada solusi jangka pendek lagi, semua baru akan berimbas untuk jangka panjang 5 – 10 tahun mendatang. Itu pun dengan syarat dilakukan sejak sekarang,” kata David.

David menyarankan seharusnya pemerintah harus porsi portofolio SUN asing yang mencapai 37 persen. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand yang hanya sekitar 16% dimiliki asing dan Jepang yang hampir 99 persen dipegang lokal, porsi asing di Indonesia terlampau besar.

“Efeknya jika mereka menarik dananya, ekonomi kita bisa goyah dan pelemahan rupiah tajam seperti saat ini,” ujar David. Untuk mengembalikan porsi yang lebih seimbang maka sudah saatnya Jamsostek, Taspen, Asuransi dan sebagainya mengambil peran yang lebih besar.

Tidak hanya itu, Indonesia pun harus menggenjot ekspornya. Sudah saatnya tidak mengandalkan ekspor bahan mentah seperti komoditas tapi menggiatkan sektor ekonomi kreatif seperti misalnya jasa pariwisata. Oleh karena itu, semua harus diperbaiki secara bertahap dan baru bisa dirasakan dampaknya pada jangka panjang.

Saat ini David menilai, valuasi rupiah sudah overshooting atau undervalue. “Berdasarkan hitungan teoritis seharusnya nilai tukar rupiah di Rp 13.890,” analisa David. Jangan sampai sentimen penggerak eksternal berubah menjadi fundamental yang akhirnya semakin menenggelamkan rupiah.

Dari sisi eksternal, David menganalisa jika The Fed sudah menaikkan suku bunga keadaan rupiah akan jauh lebih baik. Sekarang ini tekanan tinggi karena pasar terus berspekulasi. Hingga akhir tahun peluang menguat tidak tertutup kemungkinan, namun memang tidak akan signifikan.

Catatan saja, di pasar spot, Senin (7/9) pukul 14.05 WIB nilai tukar rupiah terhadap USD merosot 0,59 persen ke level Rp 14.256 dibanding hari sebelumnya. Sejalan dengan itu, nilai rupiah di kurs tengah Bank Indonesi pun merosot 0,39 persen di level Rp 14.234 per dollar AS hari ini. (Namira Daufina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com