Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI: Penerapan Alat Ukur Listrik Prabayar Perlu Diperbaiki

Kompas.com - 09/09/2015, 09:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Huzna Zahir, menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperbaiki dalam penerapan alat pengukur penggunaan listrik prabayar oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara).

Hal tersebut mencakup kebebasan pilihan pengguna dalam menentukan alat ukur penggunaan listriknya, peneraan alat ukur tersebut, dan kejelasan jumlah biaya administrasi yang harus dibayarkan.

Pada pemasalahan pilihan, menurut Huzna, terdapat praktik pemaksaan dari petugas PLN untuk memasang alat ukur penggunaan prabayar, ketika pengguna listrik ingin menambah daya atau membuat sambungan baru.

"Ketika konsumen ingin menambah daya atau membuat sambungan baru, petugas sering memaksakan dengan dalih tidak tersedianya alat ukur konvensional. Padahal sudah ada Peraturan Menteri ESDM yang mengatur pengguna boleh memilih alat ukur listriknya," kata Huzna Zahir di Kantor YLKI, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (8/9/2015).

Peraturan yang dimaksud Huzna adalah Pasal 8 ayat 2 pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33 tahun 2014 tentang tingkat pelayanan dan biaya yang terkait dengan penyaluran tenaga listrik oleh PT PLN Persero.

Terkait peneraan alat ukur listrik, Huzna menyebutkan, seharusnya ada pemeriksaan berkala untuk memeriksa akurasi pengukuran dan adanya standarisasi pada alat ukur.

"Menurut riset BPKI (Badan Penelitian dan Konsultasi Industri), masih ada alat ukur listrik prabayar yang sering macet dan token listrik yang dimasuk ketika dibayarkan," jelasnya.

Mengenai kejelasan biaya administrasi, Huzna menerangkan, ada perbedaan biaya administrasi yang dibebankan pada pengguna listrik di setiap bank penyedia pulsa listrik prabayar. Huzna berpendapat seharusnya biaya administrasi tersebut ditanggung oleh PLN.

"Untuk permasalahan biaya admistrasi kami sudah persoalkan pada PLN, tapi mereka berdalih telah keluarkan biaya lain dan tidak bisa mengatur jumlah biaya yang dibebankan oleh bank," sebutnya. (Valdy Arief)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com