Bagi Retno (54), warga kota Malang, perekonomian yang melambat hanya dia dengar dari media massa atau berita. Usaha kerajinan berbahan kayu pinusnya tetap kedatangan pesanan. "Kan orang yang jadi pengantin selalu ada," ujar Retno, Kamis (11/9/2015).
Retno merintis usaha kerajinannya sejak tahun 1992. Waktu itu, bahan kerajinan merupakan limbah kayu pinus yang tidak terpakai di industri mebel. Retno dibantu oleh suaminya yang seorang dosen dan memiliki hobi menggambar.
Limbah kayu yang panjangnya tidak lebih dari 20 centimeter, diolah menjadi berbagai kerajinan seperti alas minum, tempat menaruh wadah penganan kecil. Perlahan usahanya berkembang, meski pada tahun 1999, pernah hampir kolaps karena harga bahan baku seperti kayu dan cat naik tidak terkendali.
Pada 2002, Retno mendapat kredit mikro dari Bank Mandiri yang merupakan bagian dari program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL). Retno pun pendapat pendampingan serta diikutkan ke pameran kerajinan. "Itu membuat saya belajar tertib membuat pembukuan," tutur Retno.
Setiap tahun, Retno tidak pernah absen mengikuti pameran seperti Inacraft. Dari pameran seperti itu, pesanan dari berbagai kota berdatangan. Kerajinan bikinan Retni pun sudah menyambangi kota-kota seperti Kota Baru, Palembang, Banda Aceh.
Bahkan, tahun 2003, Retno pernah mengekspor ke Singapura dan Jamaika. Namun, karena Retno kewalahan memenuhi pesanan dan tidak mampu mengontrol kualitas produk, maka ekspor pun dihentikan.
Kini, Retno sudah memiliki 50 desain produk. Untuk mengerjakan pesanan, dia memiliki 7 karyawan tetap. Dia bersama suami dan adik kandungnya pun masih ikut membuat kerajinan. Untuk pemasaran, selain lewat pameran dan mengandalkan dari mulut ke mulut, pemasaran juga dilakukan melalui media sosial, seperti instagram. Omzetnya, sekitar Rp 25-30 juta per bulan. Jika pesanan sedang ramai, omzet bisa mencapai Rp 50 juta.
Menurut Regional Retail Head Bank Mandiri Kantor Wilayah III Jawa Timur Sugeng Hariadi, potensi penyaluran kredit bagi usaha mikro masih sangat besar. "Memang sekarang ekonomi melambat, tetapi justru saat seperti ini ekonomi di daerah harus diperkuat," kata Sugeng.
Menurut Sugeng, potensi usaha mikro, kecil, dan menengah di Jawa Timur mencapai 4,2 juta. Dari jumlah itu, usaha mikro mencapai 3,6 juta unit usaha. Sementara, nasabah Bank Mandiri untuk kredit mikro baru sekitar 115.000 nasabah atau 3 persennya. Ditargetkan, pertumbuhan kredit mikro Bank Mandiri di Jawa Timur hingga akhir 2015 mencapai Rp 1,5 triliun yang pada semester I-2015 sudah sekitar Rp 800 miliar.
"Potensi kredit macet memang meningkat. Oleh karena itu kita harus proaktif dan selektif kepada nasabah," kata Sugeng. (NAD)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.