"No no no, Tiongkok kemarin dia mendevaluasi (yuan) sebenarnya masuknya one off mengikuti pasar kan. Tapi yang terjadi ekspektasi pasar itu berlebihan bahwa yaun akan depresiasi terus. Ini tidak disukai oleh Central Bank Of China (CBOC) oleh karena itu mereka intervensi cukup besar di pasar valas," ujar Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung di Kantor BI, Jakarta, Jumat (11/9/2015).
Lebih lanjut dia mengatakan, intervensi besar yang dilakukan Tiongkok untuk menjaga yuan tak terjerembab terlalu dalam terbukti dengan pengeluaran cadangan devisa (Cadev) Tiongkok yang diperkirakan hingga 90 miliar dollar AS. "Mereka enggak suka depresiasi yang terlalu dalam," kata dia.
Selain menggelontorkan cadangan devisa untuk menjaga nilai tukar yuan, China juga mengeluarkan ketentuan kepada bank-bank untuk menyediakan 20 persen dananya untuk disimpan di bank sentral Tiongkok.
"Dan itu tidak diberikan bunga. Jadi itu mereka khawatir depresiasi ini. Dengan upaya Tiongkok menahan depresiasi ini diharapkan yuan tidak akan terus depresi. Ini positif dampaknya bagi negara emerging market termasuk Indonesia," ucap dia.
Namun demikian, Juda mengatakan bahwa BI akan tetap mewaspadai semua kemungkinan yang akan terjadi meski Tiongkok terus berupaya menahan mata uangnya.
Sebelumnya, Ekonom yang juga menjabat Direktur Eksekutif Mandiri Institut Destry Damayanti menilai masih ada kemungkinan China kembali mendevaluasi mata uangnya, yuan. Apabila itu terjadi, dipastikan sejumlah negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia akan kembali terkena dampaknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.