Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ali Wardhana, Menteri yang Pernah Mendevaluasi Rupiah terhadap Dollar AS

Kompas.com - 14/09/2015, 18:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ali Wardhana dikenal sebagai sosok menteri dengan postur tinggi dan gagah. Ia adalah salah sorang kepercayaan Presiden Soeharto di bidang ekonomi semasa Orde Baru.

Sore ini, Senin (14/9/2015), sosok menteri yang berpengaruh di era Orde Baru itu menutup mata untuk selama-lamanya dalam usia 87 tahun. Baca: Mantan Menteri Keuangan Ali Wardhana Tutup Usia.

Ali pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan selama 15 tahun (1968-1983). Selepas dari Kementerian Keuangan, ia kembali dipercaya Soeharto sebagai Menteri Ekonomi, Industri dan Pengawasan Pembangunan (Menko Ekuin 1983-1988). 

Dua gebrakan Ali dalam merestrukturisasi perekonomian Indonesia di era Orde Baru adalah membubarkan Bea dan Cukai serta mendevaluasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Pada tahun 1985, Ali berpandangan biaya ekonomi di pelabuhan terlalu tinggi. Penyebabnya adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan Bea dan Cukai. Ia berhasil meyakinkan Soeharto untuk membuarkan lembaga itu karena terlalu sulit untuk dibenahi. Sebagai gantinya, pengawasan dan pemeriksaan dilakukan Société Générale de Surveillance (SGS), lembaga yang terdaftar di Geneva, Swiss.

Kala itu Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 untuk melancarkan reformasi perdagangan, khususnya menyangkut kelancaran arus barang untuk menunjang kegiatan ekonomi. Hasil rapat ini diumumkan sendiri oleh Ali Wardhana selaku Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan.

Ali bersama Menteri Keuangan Radius Prawiro juga pernah menelurkan kebijakan mendevaluasi nilai rupiah terhadap dollar AS hingga 45 persen. Nilai tukar rupiah pun melemah dari Rp 1.134 menjadi Rp 1.644 per dollar AS.

Langkah ini untuk menjaga agar neraca pembayaran cukup sehat demi menjaga jalannya pembangunan. Keputusan ini diambil karena harga minyak mentah dunia merosot, dari 28 dollar AS per barrel menjadi 25 dollar AS per barrel, sedangkan harga komoditas pertanian sangat rendah di pasaran dunia. Saat itu, Indonesia mengandalkan penerimaan ekspor minyak mentah.

Lulus ragu-ragu

Ali menjadi Menkeu selama 15 tahun karena pengetahuannya mendalam di bidang ekonomi dan moneter. Lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tahun 1958, Ali melanjutkan ke University of California di Berkeley, AS. Gelar master diraihnya tahun 1961.

Ali melanjutkan studi doktor di University of California dan rampung tahun 1962 dengan disertasi "Monetary Policy in an Underdeveloped Economy with Special Reference to Indonesia".

Tulisan ilmiah Ali Wardhana dipublikasikan secara nasional ataupun internasional, seperti Foreign Exchange and Its Implications in Indonesia. Dia dipercaya membantu Bank Dunia, sebelum bergabung di pemerintahan Presiden Soeharto.

Dalam sebuah kesempatan, Ali pernah bercerita kepada mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, bahwa dirinya lulus dengan ragu-ragu dari tingkat satu ke tingkat dua Fakultas Ekonomi UI.

"Waktu itu pengujinya yang orang Indonesia hanya Pak Sumitro (Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo). Penguji lainnya adalah orang Belanda yang selalu menggunakan bahasa Belanda. Saya dinyatakan lulus dengan catatan sangat ragu-ragu," ujar Ali Wardhana.

Pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi moneter membuat Ali Wardhana dipercaya ikut memimpin di Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Pada September 1971, Ali Wardhana diangkat sebagai Ketua Badan Gubernur Bank Dunia dan IMF (1971-1972). Ali Wardhana juga berbagi pengetahuan dalam menerapkan kebijakan di Bank Pembangunan Asia (ADB).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com