Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Makanan-Minuman Cemaskan Nilai Tukar Rupiah

Kompas.com - 29/09/2015, 15:40 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pelaku usaha industri sektor makanan dan minuman yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menilai kondisi nilai tukar rupiah semakin mengkhawatirkan.

Pemerintah diminta serius untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah. “Rupiah ini semakin mengkhawatirkan,” komentar pertama Sekretaris Jenderal GAPMMI Adhi S Lukman dihubungi Kompas.com, Selasa (29/9/2015).

Adhi mengatakan, tahun lalu asosiasi tersebut memperhitungkan harga pokok produksi makanan minuman tahun ini dengan asumsi nilai tukar 13.500 per dollar AS. Akan tetapi melihat perkembangan depresiasi nilai tukar saat ini yang mencapai 14.800, para industriawan pun merasa terbebani.

Apalagi, kata Adhi, kebanyakan bahan baku yang dipergunakan di industri makanan-minuman didatangkan dari impor.

“Waktu itu kita perkirakan tidak akan lebih dari 15.000 per dollar AS, karena memang kalkulasi harga pokok kita, waktu itu basic-nya di 13.500. Dengan depresiasi terus-menerus ini, dibandingkan tahun lalu kan sudah 20 persen. Ini sudah cukup mengkhawatirkan,” ucap Adhi.

Adhi menyebutkan, beberapa bahan baku yang teramat tergantung pada impor seperti terigu (100 persen), gula (100 persen), susu (70 persen), kedelai (70 persen), konsentrat jus dan buah (70 persen), serta perisa makanan (70 persen). Kondisi ini, diakui Adhi, semakin memberatkan pelaku industri makanan-minuman, apalagi yang berorientasi untuk mencukupi pasar domestik.

“Di sisi lain, dilema kita tidak bisa menaikkan harga karena sekarang ini daya beli masyarakat sangat rendah. Di sisi lain, margin makin tergerus,” jelas Adhi lagi.

Bottom line atau nett profit industri ini sudah di bawah 10 persen, turun dibanding kondisi normal yang di atas 10 persen bahkan mencapai 15 persen.

“Nah, ini kita harapkan pemerintah bisa menjaga agar jangan sampai lewat Rp 15.000 per dollar AS. Ini angka bahaya,” tukas Adhi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com