Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: Sistem Tarif Cocok di Negara yang Korupsinya Masih Tinggi

Kompas.com - 07/10/2015, 16:52 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana pemerintah untuk mengubah sistem impor garam dari berbasis kuota menjadi berbasis tarif atau bea masuk (BM) diapresiasi oleh pengamat ekonomi politik Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri. “Ini berlaku buat semua, tidak hanya garam, bahwa sistem tarif itu lebih fleksibel dan lebih bagus di negara yang korupsinya masih tinggi,” kata Faisal dalam diskusi terbatas, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Faisal mengatakan, pengalaman yang terjadi di Indonesia, sistem impor berbasis kuota hanya menjadi bancakan alias rebutan politisi. “Makanya ada kasus daging sapi, oleh politisi PKS,” kata Faisal.

Faisal menjelaskan, sistem kuota berpeluang besar menjadi bancakan para politisi sebab Indonesia tidak memiliki data pasti mengenai jumlah produksi dan kebutuhan garam nasional, termasuk konsumsi dan industri. “Sama seperti daging sapi, tidak ada yang tahu selain Tuhan, berapa kebutuhan daging sapi dan berapa pasokannya,” imbuh mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas itu.

Hanya saja, Faisal memberikan saran, daripada ditentukan nominalnya – Rizal Ramli menaksir Rp 200 per kilogram – lebih baik tarif yang dikenakan untuk impor garam berupa persentase. Apabila harga garam impor naik, tarifnya bisa diturunkan, dan sebaliknya.

Hal ini, kata Faisal, juga untuk memberikan kemudahan impor bahan baku bagi industri. “Kalau impornya terlalu membanjir, BM bisa dinaikkan. Jadi ada mekanisme. Tarif ini jauh lebih superior dihadapkan di negara yang korupsinya masih tinggi dan datanya amburadul,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta Kementerian Perdagangan  mengubah sistem kuota dalam importasi komoditas garam menjadi sistem tarif. Sebabnya, menurut Rizal, sistem kuota hanya memberikan keuntungan kepada para pemegang kuota. “Sistem kuotanya sendiri sudah jelek, on top daripada itu, kelompok penguasa kuota itu bikin kartel yang kelakuannya itu sangat predatoris, pemangsa segala macam, cartel predatory behavior,” kata Rizal di kantornya, Jakarta, Senin (21/9/2015). (baca: Rizal Ramli Sebut Pemegang Kuota Impor sebagai Predator)

Adapun tarif yang nantinya dikenakan untuk importasi garam masih akan dikaji oleh Kementerian Perdagangan bersama tim tarif. Namun, perkiraan Rizal tarif yang dikenakan antara Rp 150-Rp 200 per kilogram (kg) garam.

Menurut Rizal, cara ini cukup baikuntuk memberikan perlindungan harga kepada para petani, sehingga pendapatan petanipun meningkat. “Cara-cara begini lebih baik daripada memberikan subsidi langsung kepada nelayan. Lebih bagus mereka kita subsidi lewat pricing policy,” kata dia.

Setiap tahun, Indonesia mengimpor garam untuk mencukupi kebutuhan industri dan aneka-pangan mencapai 2,2 juta ton. (baca: Rizal Ramli: Sistem Kuota Hanya Untungkan Pedagang Perantara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com