Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang PHK Terus Mengancam

Kompas.com - 10/10/2015, 18:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah di depan mata. Salah satunya datang dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang selama ini menyedot ratusan ribu tenaga kerja.

Franky Sibarani, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut, saat ini, ada 17 perusahaan TPT yang sudah melaporkan kesulitan mereka. Dari mereka yang melapor, delapan perusahaan sudah mengurangi produksi. Bahkan, lima perusahaan diantara mereka sudah menutup usaha dan melakukan PHK.

"Semua perusahaan itu skalanya menengah besar," kata Franky, Jumat (9/10/2015).

Sayang, Franky enggan menyebutkan nama 17 perusahaan TPT yang dirundung masalah. Perusahaan-perusahaan tersebut berlokasi  di Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, hingga Yogyakarta.

Adapun, sumber masalah yang dihadapi 17 industri tekstil dan produk turunannya beragam. Mulai masalah perpajakan, kesulitan keuangan, hingga mahalnya biaya produksi akibat tarif dasar listrik yang masih tinggi.

Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan, pemerintah harus segera mencarikan jalan keluar atas masalah yang dihadapi industri garmen. Sebab, masalah tersebut tidak hanya terjadi di industri hilir tekstil dan produk tekstil, industri hulu yang memproduksi bahan baku tekstil juga menghadapi persoalan yang sama.

Misalnya industri serat sintetis. Mereka bahkan sudah mengklaim telah mengurangi tenaga kerja. Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI)  menyebut, pemutusan hubungan kerja dari 12 perusahaan anggotanya sudah mencapai 900 orang.

Redma juga enggan menyebut nama perusahaan-perusahaan itu. "Kami akan membahasnya dengan BKPM pekan depan," kata Redma seperti dikutip Kontan, Jumat (9/10/2015).

Redma memastikan, jika pemerintah tak segera turun tangan mencari solusi,  ada kemungkinan, triwulan ke-4 tahun ini akan ada penambahan PHK lagi di industri serat sintetis. Ia mengusulkan pemerintah menurunkan tarif listrik untuk industri, tak hanya memberi diskon pada jam-jam tertentu seperti di paket kebijakan ekonomi ke III. "Ini demi bisa mencegah PHK," tandas Redma.

Usulan lain adalah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi produk yang dihasilkan perusahaan serat sintetis yang membeli bahan baku di dalam negeri. Dengan insentif ini, mereka bisa mengurangi impor bahan baku.

Salah satu perusahaan hulu tekstil yang tertohok adalah PT Asia Pacific Fibers. Tunaryo, Corporate Secretary PT Asia Pacific Fibers menyebut, perusahaan ini tengah mempertimbangkan untuk merumahkan sekitar 50 hingga 100 orang karyawan. "Kepastiannya akan kami umumkan pada bulan November," tandas Tunaryo,  Jumat (9/10/2015).

Franky  menegaskan, pemerintah tak tinggal diam dan berkomitmen membantu industri demi mencegah terjadinya PHK. Salah satu yang tengah dibahas adalah pemberian pinjaman modal kerja ke industri padat karya di kisaran Rp 40 miliar- Rp 50 miliar dengan bunga di bawah bunga komersial yang kini ada di kisaran 10 persen.

Sayangnya, kebijakan yang sebelumnya dijanjikan akan masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid III itu nyatanya malah tak keluar. Pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga kini mengaku masih menyusun kriteria perusahaan yang bisa mendapat kredit berbunga mini itu. (David Oliver Purba, Mimi Silvia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com