Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Bagian 1)

Kompas.com - 12/10/2015, 05:30 WIB

Kelima, persaingan Jepang vs Tiongkok dalam proyek ini telah menimbulkan opini pro dan kontra, apalagi ruang untuk pertumbuhan ekonomi di kedua negara itu makin terbatas. Mereka punya kepentingan, sementara kita punya kendali dan kepentingan yang harus dijaga pula. Kehadiran proyek infrastruktur skala besar di Tanah Air tentu saja menimbulkan daya tarik sendiri yang sudah pasti melibatkan perang opini yang dapat melibatkan conflict of interest yang cukup luas.

Tentu masih ada isu-isu lain dari proyek yang sebenarnya bagus bagi perekonomian kita, tetapi akhirnya terkesan kontroversial. Apakah itu pro-kontra jalur Jakarta-Bandung vs Jakarta-Surabaya, pertanyaan mengenai siapa saja pihak yang dapat bermitra, kesungguhan Tiongkok berinvestasi, di mana letak titik perberhentiannya, masalah apa yang akan muncul dalam tahap implementasi, negosiasi, dan lain sebagainya.

Tetapi, baiklah kita fokuskan pada keputusan yang sudah diambil dan bagaimana proyek ini bisa menciptakan value bagi perekonomian kita, bukan Tiongkok dan bukan Jepang.

Karena saya bukan Menteri BUMN, maka saya mencoba menganalisis dari kacamata
ilmuwan dan praktisi bisnis yang saya miliki. Maaf, saya sama sekali tak mengerti soal politik,
sehingga tidak mengaitkan analisis ini dengan masa jabatan presiden, sehingga pilihannya mungkin turut terpengaruh.

Saya hanya ingin membaca dan mengarahkan agar pemerintah paham soal ekosistem
bisnis, peluang dan ancaman yang mungkin timbul. Saya juga ingin agar informasi ini dimiliki
publik yang dapat membaca peluang yang mungkin bisa dimanfaatkan untuk keluar dari
perangkap ketakutan krisis. Bahan-bahannya saya kumpulkan setelah bersusah payah
mengorek dari para pihak yang terlibat.

Perubahan business model

Beberapa tahun silam saya pernah meneruskan pertanyaan para pimpinan negara kita kepada pimpinan BUMN di Tiongkok tentang cepatnya pembangunan jalan tol di negeri itu. Harap maklum, selama 35 tahun Jasa Marga berdiri, hanya 850 kilometer jalan tol yang bisa
kita bangun, sementara Tiongkok dalam 15 tahun bisa membangun puluhan ribu kilometer.

Jawabannya sederhana sekali. Pertama, model pembangunan infrastruktur di Tiongkok
diserahkan kepada BUMN sehingga dapat menjadi aset yang tumbuh. Dan kedua, BUMN
Tiongkok melakukan value creation yang utuh, bukan sekadar membangun jalan tol. Termasuk di dalamnya menjaga kepentingan publik yang luas, ya lingkungan, ya rakyat jelata, petani, dan pemilik tanah. Ini berbeda sekali dengan pembangunan jalan tol di sini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com