Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Bagian 2)

Kompas.com - 13/10/2015, 05:30 WIB


Jika kawasan tersebut dan segenap fasilitasnya selesai dibangun, saya optimis, akan lebih banyak lagi uang yang berputar. Misalnya, uang yang berasal dari penjualan dan sewa ruang kantor, dari sewa kamar-kamar hotel dan apartemen, dan dari bisnis retail. Taksiran kasar saya, nilainya sekurang-kurangnya bisa Rp 18,5 triliun. Belum lagi rusun untuk buruh dan kalangan rakyat jelata yang memang menjadi kewajiban pemerintah.

Anda menduga BUMN-BUMN kita yang terlibat dalam proyek kereta cepat ini tak mempunyai kapabilitas untuk menangkap peluang tersebut? Salah besar. Wijaya Karya, misalnya, memiliki banyak anak usaha. Ada yang bergerak di bisnis konstruksi, ada yang di bisnis properti. Mereka tentu sudah lama membangun keahlian dalam bisnis properti dan membaca peluang-peluang bisnis tersebut.

Sekarang kita fokus di Walini dan Gedebage. Luas dua kawasan ini tidak main-main. Walini (milik PTP VIII) mencapai 1.270 hektar dan siap dikembangkan hingga 2.995 hektar. Sementara, Gedebage mencapai 430 hektar. Dua kawasan tersebut juga sudah menyiapkan konsepnya. Walini akan menjadi kota baru dengan jantungnya adalah pusat riset kesehatan dan obat-obatan, serta teknologi pertanian dan bioteknologi.

Konsep Gedebage lain lagi,   konsepnya teknopolis, yakni menjadikan Gedebage sebagai pusat produksi dan pengembangan untuk industri kreatif dan ICT.  

Apa pun konsepnya, keduanya membutuhkan fasilitas pendukung yang luas, baik yang bisa dikerjakan BUMN, swasta maupun UMKM. Semua itu adalah peluang bisnis yang amat besar bagi perekonomian kita.  BUMN-BUMN kita dari kejauhan tentu sudah melihat peluang tersebut. Kita tak perlu lagi mengajarinya. Bahkan mungkin justru merekalah yang menciptakan peluang-peluang bisnis tersebut.

Maka kalau kita solid, governance-nya bagus dan implementasinya benar, hadirnya proyek koridor jakarta-bandung ini akan membuka banyak peluang bisnis. Maka bisnis skala besar ini harus terus dikawal publik, dan dimotivasi agar benar-brnar mampu memberi manfaat bagi
perekonomian kita. 

Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kemampuan BUMN-BUMN kita, saya lihat, sama sekali tidak beralasan. Preparing for the worst oke-oke daja, tapi itu jangan menyurutkan langkah kita untuk maju.

Mungkin selama ini kita melihat BUMN-BUMN kita seperti bebek yang hilir mudik berenang di kolam kecil. Lalu, kita cemas ketika bebek-bebek tersebut diterjunkan ke danau, yang jauh lebih luas ketimbang kolam. Dan bebek-bebek itu pun belajar terbang. 

Begitu cemasnya sampai kita lupa bahwa entah di kolam atau di dunia, keduanya hanya membutuhkan kemampuan yang sama: berenang dan belajar mengambil resiko untuk terbang. Dan, kita tak perlu mengajari bebek-bebek itu berenang, bukan?

ist Prof Rhenald Kasali
Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of IlLinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi anggota Pansel KPK sebanyak 4 kali dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi acuan dari bisnis sosial di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com