Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2015, 15:01 WIB

Oleh Ratna Sri Widyastuti dan Budiawan Sidik

KOMPAS.com - Satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla langsung menghadapi tekanan kelesuan ekonomi global yang berimbas ke Indonesia.

Dampaknya beragam, mulai dari melonjaknya harga kebutuhan pokok, melemahnya kurs rupiah terhadap dollar AS, hingga menurunnya daya beli masyarakat. Namun, sejumlah kebijakan ekonomi pemerintah belum mampu menahan laju penilaian negatif publik.

Sejak triwulan pertama bekerja, tekanan publik terhadap pencapaian pemerintahan Jokowi-Kalla di bidang ekonomi cukup berat.

Kepuasan publik selama tiga triwulan sebelumnya terhadap kinerja ekonomi pemerintah selalu terendah dibandingkan dengan bidang politik, hukum, dan kesejahteraan sosial.

Hanya 41,7 persen responden yang puas dengan kinerja pemerintah di bidang ekonomi. Meski rendah, kepuasan publik pada triwulan keempat masih lebih baik daripada triwulan kedua (37,5 persen), yang tercatat sebagai terendah dalam setahun terakhir.

Pelemahan rupiah
Ketidakpuasan paling menonjol ternyata terkait dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kurs rupiah melemah hingga lebih dari Rp 14.000 per dollar AS sejak minggu ketiga Agustus hingga awal Oktober 2015.

Menurut arsip kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, kurs rupiah mengalami titik terendah tanggal 29 September, yakni Rp 14.728 per dollar AS.

Dipengaruhi oleh kinerja ekonomi domestik dan global, rupiah berfluktuasi tajam. Situasi global yang mengombang-ambingkan rupiah antara lain dipicu ketidakpastian kapan dan seberapa besar bank sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga acuan.

Selain itu, devaluasi mata uang Tiongkok, yuan, turut serta memperburuk nilai tukar mata uang Indonesia.

Saat ini rupiah sudah menguat pada kisaran Rp 13.000 per dollar AS. Hal ini sedikit menghapus kekhawatiran rupiah akan menuju titik terendah sebagaimana terjadi pada 17 Juni 1998 yang mencapai Rp 15.250 per dollar AS.

Selain depresiasi rupiah, kenaikan harga kebutuhan pokok juga dikeluhkan oleh warga. Harga barang yang memiliki kandungan impor pun ikut melonjak naik. Kenaikan harga bahan pangan, seperti daging sapi dan ayam, ramai diberitakan media massa tiga bulan terakhir ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bahan makanan, makanan jadi, minuman, dan tembakau pada Agustus 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Agustus 2014.

Sementara pada September 2015, giliran inflasi karena pengeluaran untuk sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan olahraga lebih tinggi daripada September 2014.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com