Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PTPN VIII Optimalisasikan Lahan Tidak Produktif

Kompas.com - 23/10/2015, 12:22 WIB


KOMPAS.com - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Perkebunan Nusantara VIII bakal mengoptimalisasikan lahan tidak produktif kelolaannya. Kendati demikian, upaya itu mesti dibarengi dengan pemanfaatan tata ruang komprehensif.

Catatan dari laman pn8.co.id pada Jumat (23/10/2015) menunjukkan perusahaan negara itu memunyai lahan di kawasan Desa Maswati, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung. Nama kawasan itu akan menjadi Kota Walini. Luasnya sekitar 3.000 hektare.

Pengembangan fungsi kawasan ini telah sesuai dengan peraturan yang ada. Kawasan tersebut telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 2 tahun 2012 dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2009.
 
Pengembangan kota mandiri Walini juga akan semakin marak seiring dengan rencana Institut Teknologi Bandung (ITB) mendirikan kampus baru yang direncanakan sebagai Green Techno-Art Campus di kawasan yang lebih luas, hijau, dan strategis guna memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi pada masa mendatang sebagai solusi untuk menghasilkan sarjana teknik yang lebih banyak. Kampus tersebut akan menjadi Knowledge and Innovation Hub bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

Komprehensif

Sementara itu, pengamat tata ruang Hendricus Andy Simarmata dalam sebuah kesempatan mengatakan,“Kota-kota baru akan bermunculan, sementara ruang-ruang pun akan berubah. Daerah resapan air berkurang dan berubah menjadi ruang perkotaan. Ini memerlukan penataan ruang yang komprehensif karena ada perubahan struktur,” katanya.
 
Dia mencontohkan  kasus tata ruang Jakarta-Bogor yang tampak tidak selesai. Hal ini menyebabkan munculnya kawasan semipermanen di sepanjang jalur Jakarta-Bogor.

Karena itu, Hendricus menyarankan, pemerintah mempersiapkan rencana tata ruang seiring akan hadirnya kereta api (KA) cepat. Hal ini bisa sejalan dengan rencana peninjauan kembali Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,dan Cianjur.
 
 “Ini juga terkait dengan rencana pembangunan kawasan seperti di Walini, harus juga memperhatikan aspek sosial khusus masyarakat kelas menengah ke bawah. Kalau dilihat konsep pengembangan kawasan Walini dan beberapa kawasan lainnya yang juga harus mempertimbangkan aspek manfaat sosial,” katanya.
 
Dia juga meminta pemerintah daerah dilibatkan dalam rencana pengembangan kota baru. Selain itu, kota yang dibangun harus direncana dengan konsep yang didesain untuk orang pejalan kaki atau bersepeda. Permukiman yang dibangun pun harus yang vertikal untuk mengurangi ekspansi yang bisa mengurangi kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan hijau, daerah resapan air. “Adanya  KA cepat ini harus mampu mengintegrasikan dengan fasilitas umum yang saat ini sudah terbangun,” katanya.
 
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sebelumnya menyatakan pengembangan kota baru Walini akan makin strategis seiring rencana pemerintah  membangun pabrik perakitan kereta api cepat di daerah tersebut. Hal ini akan menjadi akselerator terciptanya kota mandiri yang dirancang (pemerintah) pusat, BUMN, dan Pemprov Jabar. “Kami menyambut baik dan akan mendukung sesuai kompetensi kami sebagai regulator,” katanya.
 
Di pabrik ini, sejumlah badan usaha anak bangsa akan bekerja sama seperti PT INKA dan PT Len Industri guna merakit sekaligus transfer ilmu dari perusahaan patungan pengelola, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). KCIC diproyeksikan mengelola kereta cepat di ASEAN dan Timur Tengah. Di Kota Walini akan terdapat perumahan, pusat bisnis, pusat pemerintahan, dan Kampung Asia Afrika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com