Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah "Jeblok", Saatnya Devisa Ekspor Dibawa Pulang

Kompas.com - 11/11/2015, 05:51 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


KOMPAS.com –
Tak pernah ada data pasti jumlah devisa hasil ekspor (DHE) yang “nyangkut” di luar negeri. Namun diyakini nominalnya melebihi cadangan devisa Indonesia yang dimiliki saat ini.

Upaya untuk membawa masuk kembali DHE ke sistem keuangan domestik tak pernah surut. Paket kedua kebijakan ekonomi yang dilansir pada 29 September 2015 menjadi langkah teranyar Pemerintah. Maklum, devisa yang masuk ke pasar keuangan punya andil besar terutama terkait nilai tukar rupiah.

Merujuk data Bank Indonesia, per akhir Oktober 2015 cadangan devisa Indonesia tercatat 100,712 miliar dollar AS. Di tengah ketidakpastian dinamika perekonomian global, upaya menjaga stabilisasi rupiah tak akan cukup mengandalkan intervensi Bank Indonesia dan cadangan devisa itu.

"Bank Indonesia itu kewenangannya sangat terbatas dan instrumennya juga sangat terbatas, kalaupun dipaksa yang dilakukan pasti intervensi pasar. Itu hanya menggarami lautan,” kata Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef), Enny Sri Hartati, Jumat (25/9/2015).

Selain meningkatkan kepercayaan pasar dengan sejumlah cara, membawa masuk DHE ke dalam negeri merupakan salah satu peluang untuk mendongkrak kurs rupiah tanpa mengandalkan lagi intervensi bank sentral. Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mendorong aliran masuk devisa ke dalam negeri.

Setelah mendorong ekspor untuk mendapatkan devisa, kata Bambang, langkah berikutnya adalah memastikan DHE masuk ke sistem keuangan dalam negeri. Sayangnya, peningkatan dan kemudahan ekspor masih menjadi pekerjaan rumah yang panjang bagi pemerintah. Terlebih lagi, ekonomi yang lesu justru memunculkan kecenderungan penurunan ekspor sekalipun impor—yang butuh valuta asing—juga susut.

Lagi-lagi demi mengangkat “martabat” rupiah, Pemerintah juga sudah memberlakukan aturan letter of credit atau L/C untuk pembayaran ekspor, per 1 April 2015. "Kami (pemerintah) sudah mengkaji bahwa L/C menolong untuk memasukkan DHE itu ke dalam sistem perbankan negeri," kata Bambang.

Melalui kebijakan L/C, pemerintah berharap eksportir menempatkan DHE di perbankan nasional dan mencairkannya di dalam negeri. Tanpa ada kebijakan itu pun, sejatinya fasilitas L/C memang dianjurkan kepada para pelaku usaha yang bergerak di bidang ekspor. Guna dokumen tersebut adalah menjamin keamanan transaksi bisnis.

Di dalam negeri ada banyak perbankan yang menyediakan fasilitas seperti ini, salah satunya adalah PT Bank Central Asia Tbk. Fasilitas L/C ada di antara daftar beragam produk transaksi perdagangan dari bank yang memiliki jaringan lebih dari 2.000-bank koresponden di luar negeri dan melayani 14 jenis mata uang.

Sejalan dengan aturan wajib L/C perbankan nasional, peluncuran paket kedua kebijakan ekonomi Pemerintah menjadi tambahan daya tarik lain bagi para eksportir yang selama ini menempatkan DHE di luar negeri. Sebelum keluar paket ini, DHE yang ditempatkan di deposito perbankan nasional terkena pajak 20 persen.

Paket kedua kebijakan ekonomi memberikan insentif berupa pemangkasan besaran pajak tersebut. Untuk deposito DHE yang masih berupa valuta asing, besaran pajak yang baru berdasarkan paket tersebut adalah:
- Deposito 1 bulan besaran pajak 10 persen
- Deposito 3 bulan besaran pajak 7,5 persen
- Deposito 6 bulan besaran pajak 2,5 persen
- Deposito di atas 6 bulan besaran pajak 0 persen

Bila DHE sudah dikonversi menjadi rupiah, maka rincian pajak yang dikenakan untuk deposito DHE tersebut adalah:
- Deposito 1 bulan besaran pajak 7,5 persen
- Deposito 3 bulan besaran pajak 5 persen
- Deposito 6 bulan besaran pajak 0 persen


Untuk informasi lebih lanjut, klik di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com