Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghidupan Layak, Alasan Tunggal "Pahlawan Devisa" ke Luar Negeri

Kompas.com - 12/11/2015, 23:55 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

 

KOMPAS.com – Warga negara Indonesia sampai bermigrasi ke luar negeri, apalagi menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), tak terlepas dari kebutuhan ekonomi. Permasalahan yang menimpa para TKI di luar negeri sudah seharusnya tetap menjadi perhatian jajaran pemerintahan.

“Migrasi warga negara Indonesia ke luar negeri untuk mendapat penghidupan yang layak tak bisa dihindari. Angkatan kerja banyak tak terserap ketika ekonomi nasional masih tumbuh di bawah 6 persen,” kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid, Kamis (12/11/2015).

Untuk mengurangi permasalahan TKI di luar negeri, Nusron pun memberikan pembekalan pada 30 kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Dia menegaskan, para "pahlawan devisa" ini berangkat ke luar negeri semata karena ada tawaran gaji atau upah lebih tinggi di negara orang.

Bila tukang batu di Indonesia dapat upah Rp 3 juta, sebut Nusron memberikan contoh, di negara tetangga bisa setara Rp 7 juta. “Hukum penawaran akan berlaku selama pertumbuhan ekonomi nasional tidak mampu menyerap angkatan kerja yang tumbuh 2,7 juta setiap tahun,” lanjut dia.

Dalam kesempatan itu, Nusron  juga menyinggung penempatan TKI pelaksana rumah tangga (PLRT). Menurut dia, meski era penempatan TKI PLRT sudah berakhir, tetapi penempatan TKI dengan kualifikasi itu tetap terus berlangsung karena terkait dengan hukum permintaan dan penawaran.

Kata Nusron, mayoritas angkatan kerja itu kebanyakan lulusan SMP hingga SMA yang pada umumnya tidak memiliki keahlian. Dari situ juga, mereka yang semula tinggal di desa akan pindah ke kota, lalu menyambangi perkebunan atau pertambangan. Ketika dua sektor ini semakin terbatas, maka tenaga kerja kerja itu akan pergi ke Malaysia," ungkap dia.

Nusron membeberkan pula, meski Pemerintah telah menghentikan pengiriman TKI ke Timur Tengah tetapi ternyata masih saja 8.000 orang Indonesia pergi ke sana setiap tahun dengan berbagai cara dan dalih. "Mereka mengaku akan menjenguk saudara atau alasan lain. Untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar itu, tenaga kerja Indonesia sampai rela ‘menyeberang’ laut," ujar dia.

Menurut Nusron, penanganan permasalahan TKI dapat dilakukan dengan beberapa cara. “Pertama, upgrade dan upskilling calon TKI, yakni dengan cara membuat sekolah vokasi yang membidangi hospitality,” papar dia.

Selanjutnya, kata Nusron, kontrak kerja harus lewat perusahaan, tidak lagi perorangan. Tujuannya, kontrak itu lebih terjamin secara hukum. "Khusus untuk Timur Tengah, diharapkan kategori visa dari Khadamah  menjadi Amil sehingga saat terjadi perselisihan TKI dengan majikan, permasalahannya dapat diajukan ke lembaga perselisihan resmi," imbuh dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com