Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jonan dan Toilet Seharga Dua Mobil Kijang

Kompas.com - 01/12/2015, 11:40 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

KOMPAS.com - Di sektor perkeretaapian, rasanya tak perlu pusing-pusing mencari siapa tokoh yang mampu mengubah wajah kereta api Indonesia. Orang yang mampu memutarbalikkan stigma kereta yang kotor, penuh sesak, hingga bau pesing. Saat ini, silahkan nilai sendiri perubahan itu.

Ya, sosok yang dimaksud adalah mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) periode 2009-2014 yang kini menjabat sebagai Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan.

Tanpa mengesampingkan tokoh-tokoh kereta api Indonesia lainya, karir pria 52 tahun yang lahir di Singapura itu memang melejit karena kepemimpinan di KAI dinilai paten.

Pengalaman Jonan selama memimpin KAI sudah banyak dibukukan. Oleh karena itu, mari tak perlu membahas panjang lebar bagaimana Jonan meniti karirnya di kereta api. 

Mulai saja dengan hal-hal kecil. Jonan pula mengubah kereta api dari hal-hal kecil. Salah satunya yakni mengubah toilet kereta api.

Sudah diketahui umum, sedari dulu, sistem penampungan limbah toilet di kereta api tak pernah ada. Sebelum 2012, apapun yang dibuang penumpang di toilet langsung saja jatuh ke tanah.

Nah, dari sanalah Jonan mengubah gurat-gurat wajah kereta api. Sejak menjabat pada 2009, pembenahan sistem penampungan limbah itu menjadi prioritas.

Saat itu, manajeman PT INKA sebagai produsen kereta api, yang diisi banyak lulusan teknik, diajak Jonan bekerjasama membuat sistem penampungan limbah toilet.

Namun, Jonan kaget bukan kepalang. Setelah meminta waktu 6 bulan untuk mengkaji pesanan itu, manajeman PT INKA menyodorkan harga Rp 500 juta untuk satu unit toilet kereta.

"Saya bilang waktu itu, kalau harga satu toilet saat itu akhir 2009 segitu, itu sama dengan harga dua toyota kijang (Inova)," kenang Jonan saat berbicara di depan para peneliti sektor transportasi, Jakarta, Senin (30/11/2015).

Disodori harga satu toilet kereta api seharga dua mobil, Jonan mengaku marah. Baginya, secara ekonomi, Rp 500 juta untuk satu toilet itu tak masuk akal.

"Saya tanya manajemen INKA, Anda sekolah atau tidak? Kalau sekolah, Anda tidak waras," ujar Jonan menirukan kata-katanya saat itu.

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengkaji sendiri pembuatan toilet dengan sistem penampungan limbah tersebut. Bersama rekannya yakni Kepala Pusat Keselamatan PT KAI Ronald Pracipto, akhirnya penelitiannya selesai dan ternyata harga satu toilet itu hanya Rp 12 juta.

"Bukan saya yang menemukan itu, saya hanya menyemangati saja, tapi penemuannya saudara Ronald Pracipto yang lulus dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya," ujar Jonan.

Bisa dibayangkan bagaimana seorang lulusan fakultas hukum berhasil menghasilkan penelitian teknik dengan nilai ekonomis yang jauh lebih murah dibanding para lulusan teknik itu sendiri?

Meski bukan cerita baru, tetapi Jonan mengingatkan. Setiap penelitian apapun, apalagi di Indonesia, harus melihat nilai ekonomisnya. Sebab, penelitian akan percuma bila tak bisa diterapkan.  Kata Jonan, tak akan bisa diterapkan suatu penelitian kalau harganya mahal.

Di akhir ceritanya itu, Jonan berpesan kepada semua semua peneliti untuk mencontoh prinsip Thomas Alva Edison.

"Kita buat apa yang bisa kita jual, jangan menjual apa yang bisa kita buat. Karena kalau menjual apa yang kita bisa buat, maka kadang laku, tapi sering tidak lakunya," ucap Jonan.

baca juga: Jonan Minta Para Peneliti Transportasi Belajar Detail dari Jepang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com