Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Darmin Beberkan Alasan Investor Asing Banyak Diberi Kemudahan

Kompas.com - 18/12/2015, 10:20 WIB
Estu Suryowati

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Sebanyak tujuh paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah sebagian besar fokus pada upaya menarik investasi. Tak heran bila banyak sekali kemudahan dan deregulasi kebijakan dilakukan, sebagai gula-gula yang diharapkan bisa mengiming-imingi calon pemodal.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, investasi diperlukan untuk pembangunan dan menggerakkan perekonomian. Pertanyaannya kemudian, apakah Indonesia tidak mampu membiayai pembangunannya sendiri?

"Kemampuan kita membentuk tabungan lebih rendah dari kebutuhan investasi kita. Kalau itu yang terjadi, pilihannya hanya tinggal dua, kita menerima pertumbuhan yang rendah sehingga bisa biayai investasi dari tabungan sendiri, atau pertumbuhan yang tinggi. Masalahnya kita perlu pertumbuhan ekonomi yang agak tinggi," kata Darmin dalam obrolan santai bersama wartawan di Tangerang, Banten, Kamis malam (17/12/2015).

Lebih lanjut mantan Gubernur Bank Indonesia itu menjelaskan mengapa Indonesia perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang agak tinggi.

Darmin menyebut, ekonomi Indonesia perlu tumbuh minimal enam persen untuk dapat menyerap tambahan 2,5 juta tenaga kerja setiap tahunnya. Meski dalam praktiknya, kondisi ekonomi tidak selalu kaku, bahwa penyerapan tenaga kerja hanya bisa terjadi jika ekonomi tumbuh enam persen.

Darmin menambahkan, penyerapan tenaga kerja pun masih terjadi apabila ekonomi tumbuh di bawah enam persen.

"Tumbuh lima persen pun masih menyerap juga, tapi sektor informal," ucap Darmin.

Itulah mengapa, pemerintah fokus pada upaya menarik investasi, utamanya dari luar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ya, pertumbuhan ekonomi tidak hanya bisa dicapai melalui investasi. Melainkan, ada konsumsi, ekspor, serta belanja pemerintah.

Darmin mengatakan, pemerintah baru dalam kondisi ekonomi yang seperti saat ini, mengakui hanya ada dua yang bisa diandalkan, yakni investasi dan belanja pemerintah.

Darmin menjelaskan, sejak berakhirnya super siklus komoditas tahun 2012, dibarengi dengan perlambatan ekonomi China, semua orang menyadari ekonomi dalam negeri yang selama ini betumpu pada sumber daya alam akan melambat.

"Sebetulnya untuk menjawab situasi demikian, di peringkat pertama yang harus dilakukan adalah mendorong ekspor. Sayangnya tidak ada yang bisa didorong. Karena andalan hasil sumber daya alam ini sedang merosot,  sementara industrinya tidak cukup kuat," ujar Darmin.

"Sehingga pilihan sudah tinggal dua lagi urutannya. Satu, investasi, terutama mengundang investor dari luar. Kedua, pengeluaran pemerintah, ini termasuk investasi juga, misalnya belanja barang," kata dia lagi.

APBN diakui Darmin didesain sangat ambisius lantaran ingin mendorong kegiatan ekonomi lagi melalui belanja barang pemerintah. Di sisi lain, pemerintah sadar dunia usaha sedang tidak berminat investasi karena perlambatan ekonomi global.

"Satu-satuya cara adalah menawarkan infrastruktur, yang kemudian ditawarkan ke perusahaan-perusahaan atau negara. Jadi ini bukan mekanisme pasar yang normal yang ditempuh," sambung Darmin.

"Menawarkan pembangkit listrik 35.000 megawatt. Mengundang investor dari China, dari Jepang, Timur Tengah. Menawarkan pembangunan pelabuhan, kereta api bahkan kereta cepat, termasuk kereta ringan. Intinya mengundang dana masuk," tambah dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Whats New
Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Whats New
Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Whats New
Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Whats New
Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Whats New
Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com