Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berapa Lama Usia Sebuah "Kegaduhan"?

Kompas.com - 22/02/2016, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

                                      Oleh Rhenald Kasali
                                         @Rhenald_Kasali

“Tak lebih dari umur pilek,” ujar Khairul Jasmi, pemimpin redaksi Harian Singgalang Padang.

Pilek yang ia maksud bukan Pileg (Pemilu Legislatif), melainkan, maaf, ingus. Ya betul, usia sakit pilek paling lama 2-3 minggu. Setelah itu masyarakat berganti topik.

Dipicu televisi, internet, media-media sosial, lalu surat kabar nasional, lalu ganti topik lagi.

Kemarin kita ribut-ribut soal "papa minta saham", sidang MKD, surut, lalu menyusul misteri sianida di cangkir kopi Wayan Mirna. Sepi sejenak kemudian publik beralih ke berita tentang OTT anggota DPR oleh KPK.

Ini lalu tenggelam karena muncul kabar  dugaan pemukulan oleh anggota DPR kepada sekretarisnya, lalu mencuatlah kercep (kereta cepat), LGBT, Kalijodo, Bang Ipul, sampai penyanyi dangdut klepek-klepek.

Lantas adakah isu yang umurnya lebih dari 3 minggu? “Ada”, ujar Uda Khairul. “Kalau bukan karena teka- tekinya belum terjawab, itu pasti ada yang pelihara. Nanti mudah kita membacanya.”

Saya lalu mengamati isu-isu yang beredar, termasuk serangan-serangan terhadap para tokoh perubahan. Apalagi setelah kolom seperti ini ditulis, lalu menyebar di sosial media.

Maklum, kolom saya selalu mengangkat isue transformasi dan tokoh-tokohnya, pasti ada saja yang punya kepentingan. Terlihat sekali reaksi-reaksi yang beredar, dan tampak betul siapa-siapa yang bermain, yang membayar akun-akun twitter bodong, dibantu cyber trops dan robot.

Di antara beberapa isue besar, soal kereta cepat dan kriminalisasi terhadap seorang CEO BUMN belum lama inilah yang benar-benar tampak berbeda.

Tampak di situ kehadiran pihak yang mengawal dan merawat isue-nya, agar menjadi berita yang terus hidup dan berakhir dengan sesuatu.

Resistance to lose

Saya tak mengatakan semua orang yang berkomentar negatif adalah orang yang “takut pada perubahan”. Namun harus diakui pada hampir pada semua karya perubahan selalu saja ditemui loser (pecundang)-nya.

Dan loser yang saya maksud adalah orang-orang yang sudah menikmati keadaan sekarang, yang kemudian menjadi sangat terlibat karena khawatir kehilangan, tergantikan, termalukan, atau semata karena rivalitas.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com