Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

S&P: Perbankan Indonesia Masih Alami Masa Sulit di 2016

Kompas.com - 22/02/2016, 17:55 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan riset lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) dengan judul "For Indonesian Banks, No Respite From Headwinds In 2016" menyebutkan bahwa kondisi sulit perbankan Indonesia di 2015 akan berlanjut di 2016.

Kondisi sulit bagi perbankan akan ditengarai dengan melambatnya pertumbuhan dan tekanan pada kredit.

"Kami memperkirakan perbankan Indonesia akan melaporkan kenaikan non performing loan (NPL) antara 3-4 persen dari total pinjaman di 2016, dari 2,7 persen di November 2015," tulis S&P.

Perbankan Indonesia masih memulihkan diri dari dampak kenaikan kebijakan suku bunga bank Indonesia sebesar 200 basis poin antara 2013-2014.

Perlambatan aktivitas korporasi dan pertumbuhan tinggi di segmen yang lebih berisiko terjadi, seiring menurunnya perekonomian. Hal ini akan menghasilkan tingginya tekanan kredit pada 2016.

Namun dibalik hambatan tersebut, S&P memberikan outlokk stabil ke sektor perbankan Indonesia. Sebab, kapitalisasi dan likuiditas perbankan masih solid.

Lebih lanjut, S&P juga mengekspektasi bahwa reformasi struktural dan ekonomi akan menyokong pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara ini.

S&P memprediksi GDP Indonesia tumbuh 4,9 persen di 2016, lebih rendah dari tahun sebelumnya, tetapi tetap masih sehat dibanding proyeksi IMF sebesar 4,3 persen.

Selain melambatnya perekonomian, tantangan yang dihadapi perbankan Indonesia adalah harga komoditas yang rendah serta depresiasi mata uang. Hal-hal tersebut akan menekan kualitas aset dan profitabilitas bank di 2016.

Aprillia Ika Sumber: Standard & Poor's 2016

Tekanan Mata Uang

Kinerja mata uang rupiah sejak Januari 2015 merupakan yang terendah diantara perekonomian Asia, dan turun 12 persen sejak periode tersebut.

Tapi S&P percaya turunnya rupiah memiliki dampak minimal pada sejumlah bank besar, sebab eksposur bank terhadap mata uang asing rendah.

Satunya risiko yakni pada kualitas aset yakni naiknya utang asing sektor swasta, yang mana jumlahnya naik dua kali lipat dalam empat tahun terakhir, atau mencapai 163 miliar dollar AS di akhir 2014.

Peminjam korporasi, memiliki eksposur terbesar atas utang dalam mata uang asing. Dengan depresiasi rupiah, peminjam akan menghadapi tekanan finansial dari utang yang tidak dijaga.

"Pelemahan korporasi tidak berdampak langsung ke perbankan Indoensia," ungkap S&P. Sebab, ada kebijakan hedging minimal 20 persen dalam jangka pendek di 2015 dan 25 persen di 2016.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com