Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelisik Ikan Asin Hingga ke Abad VIII Masehi

Kompas.com - 07/03/2016, 05:25 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

KOMPAS.com - Siapa yang tak tahu ikan asin? Bagi masyakarat Indonesia, produk olahan ikan yang satu itu sudah sangat akrab. Minimal di telinga.

Ya, itu lantaran tak semua orang suka makan ikan asin. Selain alasan rasa, ikan asin juga masih dipandang makanan murah dan tidak berkelas.

Tapi siapa sangka, negara maritim dengan sumberdaya perikanan yang melimpah seperti Indonesia justru masih mengimpor ikan asin secara rutin.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor ikan asin Indonesia 2011 mencapai 29.262 dollar AS dengan berat 5.490 kilogram (kg), pada 2012 angkanya naik jadi 29.477 dollar AS dengan berat 6.715 kg.

Lalu, 2013 mulai terjadi penurunan yakni 2.372 dollar AS dengan berat 111 kg. Sedangkan pada 2014, nilaInya melonjak hingga 53.229 dollar AS dengan berat 1.242 kg di semester 1.

Lantaran ikan asin pula, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sampai geleng-geleng kepala.

"Dengan teritori kepulauan yang besar, Indonesia masih saja impor ikan, ini sangat ironis," kata Susi tak lama setelah dilantik jadi menteri pada 2014 silam.

Menengok Sejarah

Kegemaran masyakarat Indonesia mengkonsumsi ikan asin mungkin harus ditelaah. Faktanya, sejak dari abad ke VIII masehi, orang-orang nusantara, terutama di Jawa, sudah menggemari ikan asin.

Tengok bagaimana Titi Surti Nastiti, seorang Arkeolog Indonesia, mengungkap banyak hal terkait aktivitas ekonomi dan sosial masyakarat Mataram Kuno.

Buku Titi yang berjudul Pasar di Jawa: Masa Mataram Kuno Abad VII-XI Masehi mengungkap, bahwa masyarakat Mataram Kuno menjadikan ikan asin menjadi salah satu komoditi yang kerap diperdagangkan di pasar-pasar di Jawa sejak 13 abad silam.

"Jenis ikan yang diasinkan atau dendeng ikan, terutama jenis-jenis ikan laut seperti ikan kembung, ikan kakap, ikan tenggiri," tulis Titi merujuk kepada isi Prasasti Pangumulan A yang berangka tahun 824 saka atau 902 Masehi.

Dalam Prasasti itu, istilah ikan asin yang dikeringkan disebut grih atau dendain. Saat ini dalam bahasa Jawa ikan asin disebut gereh sedangkan ikan yang dikeringkan disebut dendeng.

Selain tertulis di Prasasti Pangumulan A, istilah grih atau dendain juga ditemukan pada Prasasti Rukam tahun 829 saka atau 907 Masehi.

Kali ini, grih atau dendain digunakan sebagai hidangan yang disajikan dalam upacara penetapan sima (tanah suci).

Berdasarkan dua bukti sejarah itu, ikan asin rupanya tak hanya jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari, namun juga jadi hidangan yang disajikan dalam upacara-upacara besar.

Kini, setelah 13 abad, ikan asin masih eksis di tengah masyakarat Indonesia. Terlepas dari stigma tak berkelasnya, ikan asin tetap jadi bagian perjalan suatu masyakarat membangun ekonominya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com