Membaiknya data perekonomian di AS dalam beberapa minggu ini juga menenangkan ketakutan akan terjadinya resesi di AS.
Pada laporan data pekerjaan di AS hari Jumat lalu, mencatatkan bahwa upah pekerja di AS per Februari naik dari ekspektasi, yang membuat kekhawatiran menurun.
Indeks S&P 500 mencapai "gain" dalam 10 dari 15 sesi perdagangan sejak 11 Februari 2016. pada Jumat lalu, indeks ini mencapai rata-rata pergerakan ke 100 hari sejak 2016.
Sebagian dari indeks sektoral S&P 500, termasuk energi, berubah jadi positif, setelah sebelumnya turun tajam.
Data lain menunjukkan indeks transportasi Dow Jones DJT juga meningkat diatas rata-rata pasar dengan kenaikan 1,9 persen sejak 31 Desember 2015, lebih dikarenakan naiknya harga minyak. Sementara indeks S&P 500 turun 2,2 persen.
"Jika hal ini dinilai sebagai tanda resesi, penilaian itu harus Anda tarik kembali," kata Jim Paulsen, chief investment officer dari Wells Capital Management di Minneapolis.
Menurut dia, indeks S&P 500 berpeluang mengulang kembali kenaikan terbesar di Mei 2015 saat ditutup 2.130,82.
Dia dan analis lain berharap data positif akan terus mendukung pandangan bahwa AS akan terhindar dari resesi, walaupun banyak analis lain juga masih ragu, karena ada banyak hal yang bisa menganggu pasar.
Misalnya saja, ketika sebagian investor bergembira akan hasil data upah pekerja di Jumat, sebagian investor lain khawatir akan berlakunya kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve tahun ini.
Donald Selkin, chief market strategist di national Securities di New York mengatakan sejumlah investor melihat bahwa saat ini Federal Reserve masih menggantung keputusan untuk menaikkan suku bunga, untuk membantu kenaikan saham dalam beberapa minggu belakangan.
Sementara itu, sejumlah bank utama di Wall Street berharap federal Reserve menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi hingga akhir tahun, atau menurun dari ekspektasi kenaikan semula.
Data ekonomi, kebijakan Federal Reserve dan kalender kinerja akan menjadi catatan pada perdagangan saham AS sepekan ini. Harga minyak juga akan tetap jadi faktor dominan.
"Anda tidak ingin harga minyak kembali dibawah 50 dollar AS per barrel," kata Selkin.
Indeks energi SPNY yang menjadi sektor dengan kinerja terburuk sepanjang 2015, saat ini sudah naik 20 persen sejak level terendah di 20 januari 2016.
Membaiknya harga minyak, bersamaan dengan melemahnya dollar, akan mendorong penerimaan AS, yang diperkirakan turun selama tiga kuartal berturut-turut pada paparan kinerja di kuartal I 2016.
"Saya rasa, risiko berhasil dihilangkan. tapi satu hal yang membuat kami tetap waspada adalah estimasi revisi untuk pendapatan dan penjualan dimana tren-nya sangat lemah," kata Dan Suzuki, analis senior untuk Bursa AS di Bank of America Merrill Lynch di New York.