"Kami harus lihat dulu seberapa permanen penguatan rupiah, selama 3 bulan. Namun sekecil apapun penguatan rupiah, berdampak positif ke dunia penerbangan," kata Edward Sirait, Presiden Direktur Lion Air Group di Batam, Kamis (10/3/2016).
Menurut dia, kondisi perekonomian Indonesia masih rentan terhadap sentimen dari perekonomian global. Contoh yang harus dicermati adalah turunnya devisa China hingga 500 miliar dollar AS.
"Apa yang akan terjadi? Kita semua belum tahu. Tapi yang pasti dampak bagi perekonomian negara lain juga berdampak ke Indonesia," lanjut dia.
Menurut Edward, yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah menjaga ekuilibirum, sebab yang diutamakan adalah indeks daya beli masyarakat.
"Bagi kami, rupiah di level Rp 13.500 per dollar AS cukup baik, selama daya beliu masyarakat masih ada. Walau rupiah di Rp 14.000 per dollar AS pun, asalkan daya beli masyarakat ada, tidak masalah bagi dunia penerbangan," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai tren penguatan rupiah terjadi karena persepsi investor yang melihat perbaikan ekonomi RI.
Meski begitu dia melihat masih ada resiko eksternal, yang bisa kembali mengubah arah penguatan, meskipun tidak signifikan seperti pengalaman sebelumnya.
Darmin mengatakan, penguatan rupiah menujukkan investor menganggap menempatkan dana di Indonesia menjanjikan. (Baca:
Guna menjaga rupiah menguat dan tahan lama, Darmin menuturkan pemerintah akan melanjutkan langkah-langkah kebijakan yang sudah dikeluarkan.
Di sisi eksternal, dia menyebut, penguatan rupiah bisa bertahan lebih lama apabila China dan Jepang tingkat bunga acuannya turun.