Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Grup Djarum Mau Kelola Kawasan Hotel Indonesia dengan Skema BOT

Kompas.com - 14/03/2016, 07:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Skema Build, Operate, Transfer (BOT) dinilai lebih membutuhkan effort atau upaya, ketimbang menggunakan skema sewa lahan.

Lantas apa pertimbangan Grup Djarum melalui PT Grand Indonesia berani mengambil skema BOT untuk pengelolaan kawasan seluas 3,5 hektare di Hotel Indonesia yang dimiliki PT Hotel Indonesia Natour?

(Grand Indonesia: Kami Tak Menyalahi Perjanjian BOT dengan Hotel Indonesia Natour)

Kuasa Hukum Grand Indonesia Juniver Girsang mengungkapkan alasan utama Grup Djarum bersedia mengelola kawasan tersebut dengan skema BOT adalah semata-mata pertimbangan pelestarian heritage.

"Djarum sangat peduli dengan budaya dan tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah. Karena itu, Djarum berani mengambil opsi BOT untuk pengelolaan kawasan Hotel Indonesia ketimbang skema lainnya. Ini tujuannya untuk melestarikan heritage yang ada di kawasan tersebut," jelasnya saat berkunjung ke redaksi Kompas.com, pekan lalu.

Menurut Juniver, skema BOT sebenarnya kurang begitu menguntungkan jika dibandingkan dengan skema sewa lahan. Djarum harus mengembangkan kawasan di lahan yang bukan milik sendiri. Termasuk membangun berbagai gedung dan mengelolanya dengan modal sendiri.

Tak hanya itu, Djarum melalui Grand Indonesia harus membayar kompensasi tahunan kepada Hotel Indonesia Natour sebesar Rp 355 miliar pada 30 tahun pertama.

Sementara untuk perpanjangan BOT selama 20 tahun yaitu jangka waktu 2035 -2055, Kompensasi yang dibayarkan adalah sebesar Rp 400 miliar.

Di akhir masa perjanjian, kawasan tersebut harus dikembalikan kepada Hotel Indonesia Natour, berikut semua bangunan yang ada di atasnya. Skema ini dinilai tepat untuk bisa melestarikan kawasan Hotel Indonesia sebagai salah satu cagar budaya.

Sebagaimana diketahui, Hotel Indonesia merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang ditetapkan oleh Pemda DKI melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tanggal 29 Maret 1993.

"Kalau sewa lahan, pihak penyewa tidak wajib untuk menyerahkan bangunan-bangunan di atas lahan yang dia sewa. Bisa saja bangunan tersebut dihancurkan. Atau kalau tidak demikian, pemilik lahan harus membayar bangunan yang telah dibangun pihak penyewa," jelasnya.

Sementara itu, Humas Grand Indonesia Dinia Widodo menyebutkan saat ini kawasan Hotel Indonesia telah berhasil menjadi landmark Jakarta, bahkan Indonesia. Pengelolaan yang tepat membuat kawasan ini berkembang dan menjadi salah satu destinasi utama di Jakarta.

"Kalau tidak dikelola dengan maksimal, belum tentu kawasan Hotel Indonesia bisa seperti saat ini," ungkapnya.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya Indonesia, Grand Indonesia juga menghadirkan galeri di Mal Grand Indonesia. "Siapapun bisa menggunakan galeri tersebut tanpa dipungut biaya," ujar Dinia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com