"Walau dengan kondisi pendanaan dalam dan luar negeri yang lebih baik, kredit bank masih tetap ketat dan suku bunga pinjaman masih belum mengikuti pemotongan suku bunga acuannya," jelas Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Diop menyatakan, ada dua faktor yang melatarbelakangi pandangan Bank Dunia tentang pelonggaran kebijakan moneter yang tampaknya akan berjalan secara bertahap.
Faktor pertama adalah terdapat risiko inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan.
Risiko infasi tersebut, ujar Diop, terjadi lantaran harga bahan pangan dalam negeri masih tetap bergejolak.
Sebagian juga disebabkan penundaan panen yang terkait dengan El Nino.
"Kedua, BI diperkirakan akan tetap memperhatikan stabilitas rupiah di tengah terus berlanjutnya volatilitas pasar keuangan dunia," terang Diop.
Terkait apresiasi rupiah, Bank Dunia mencatat, hal ini disebabkan kenaikan aliran masuk modal ke obligasi pemerintah sejak bulan November 2015.
Adapun inflasi IHK sebesar 4,4 persen secara year on year pada bulan Februari diperkirakan akan sejalan dengan sasaran BI untuk tahun 2016.