Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rhenald Kasali
Guru Besar Manajemen

Akademisi dan praktisi bisnis yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sejumlah buku telah dituliskannya antara lain Sembilan Fenomena Bisnis (1997), Change! (2005), Recode Your Change DNA (2007), Disruptions, Tommorow Is Today, Self Disruption dan The Great Shifting. Atas buku-buku yang ditulisnya, Rhenald Kasali mendapat penghargaan Writer of The Year 2018 dari Ikapi

Pertarungan Antarsopir Taksi Belum Selesai

Kompas.com - 29/03/2016, 05:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Gerak cepat Menkopolhukam mengatasi konflik para sopir taksi patut diapresiasi. Sejumlah keputusan yang membuat industri jasa layanan transportasi kaum urban ini tersumbat, pun sudah ditemukan.

Memang, sebelum menjewer operator yang bandel, pemerintah yang bijak memeriksa business process yang terjadi, dan menjewer aparatur birokrasinya bila terkesan "mempersulit".

Namun kalau kita sisir jauh ke dalam, maka masih banyak pekerjaan rumah penyederhanaan birokrasi yang harus dilakukan. Apa yang diatasi hari ini barulah seperempat dari masalah besar yang masih akan menghantui para pengemudi taksi konvensional dan persaingan.

Tanpa memahami proses bisnisnya sendiri dalam soal perijinan dan kelambatan kita menciptakan pemerintahan yang efisien, dapat dipastikan pertarungan antarmazhab sopir taksi ini masih belum selesai. Sebab muaranya adalah ancaman kesejahteraan pengemudi, bukan operator.

Kalau solusinya memaksa agar pelaku sharing economy mengikuti aturan taksi konvensional, maka jelas esensi perubahan belum ditangkap. Level of playing field-nya sama, tetapi pelanggan sudah tak rela membayar inefisiensi.

Inefisiensi bisa terjadi karena aturan yang belum menjawab kebutuhan zaman, belum smart government; namun bisa juga karena desain bisnis korporasi yang kurang fit dengan tuntutan baru pelanggannya.

Downshifting (perpindahan pasar) masih akan terus terjadi. Dan kesejahteraan pengemudi taksi konvensional masih menghadapi batu ujian yang besar.

Mari kita pelajari.

Teknologi Analitik

Beberapa tahun belakangan ini ada banyak mahasiswa Indonesia yang belajar ke luar negeri mendalami ilmu analitik dan big data.

Sekembalinya ke tanah air, mereka jadi rebutan sejumlah start up. Teknologi yang tersedia kini mampu mengolah data populasi (bukan lagi sample) secara lebih akurat sampai memetakan perilaku riil konsumen dari menit ke menit.

Mereka jadi tahu demand yang tinggi itu ada dimana, pada jam-jam berapa saja dan berapa biaya yang bersedia dibayar pelanggan. Dengan begitu pasar tak ada yang terbuang. Semua permintaan bisa diambil asal ada akses, tools dan pasokannya.

Grabcar misalnya, tumbuh menjadi cepat bukan semata-mata karena aplikasi, melainkan karena mereka memiliki strategic weapon untuk meneropong pasar dan mengerahkan suplai seketika ada demand.

Untuk menangkap semua itu, mereka menguasai ilmu manajemen tingkat tinggi, menyisir "lemak-lemak" yang membuat organisasi inefisien dan malas bergerak.

Setangkas cheetah mengejar rusa, dengan analitik yang kuat mereka menyisir pasar. Memantau kepadatan lalu lintas melalui satelit.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com