Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinilai Kontraproduktif, Ekonom Kritik Paket Kebijakan Ekonomi XI

Kompas.com - 30/03/2016, 09:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi XI, yang dirilis pada Selasa (29/3/2016) dikritik. Beberapa kebijakan dinilai justru kontraproduktif melihat kondisi perekonomian domestik dan faktor eksternal.

Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE) misalnya, kebijakan kredit bunga sembilan persen dengan plafon sampai Rp 50 miliar ini dinilai tidak efektif di tengah perlambatan ekonomi global.

Analis menilai, mendorong ekspor di tengah melemahnya permintaan dunia, ibarat menanam padi di musim kemarau.

"Saat ini, perekonomian dunia sedang dilanda kelesuan dan ketidakpastian. Jepang dan negara-negara sedang mengalami deflasi, China perekonomiannya sedang turun, Amerika recovery-nya berjalan lambat, negara-negara Emerging Markets lain juga mengalami perlambatan. Jadi, singkat kata mendorong ekspor di tengah lesunya pasar global itu bak menanam padi di musim kemarau," ucap ekonom INDEF, Dzulfian Syafrian kepada Kompas.com, Rabu (30/3/2016).

Selain KURBE, Dzulfian juga mengkritik kebijakan penurunan Pajak Penghasilan (PPh) final dan BPHTB untuk penerbitan Dana Investasi Real Estat (DIRE).

"Saya cukup heran mengapa pemerintah begitu ngotot mendorong sektor properti, padahal ekonomi sedang lesu yang berarti daya beli masyarakat untuk membeli atau mencicil properti pasti turun," kata Dzulfian.

Lebih lanjut dia bilang, bahkan jika dilihat data lebih mendalam, ketika terjadi pelemahan ekonomi seperti saat ini, kredit macet (NPL) di sektor properti melonjak cukup signfikan, khususnya di KPR subsidi.

Hal ini wajar karena masyarakat yang mendapat fasilitas KPR subsidi adalah masyarakat berpenghasilan rendah dimana biasanya pekerjaan mereka sangat rentan terhadap gejolak ekonomi.

"Ketika ekonomi sedang drop, masyarakat di kelas ini adalah yang paling rentan di-PHK atau dirumahkan," sambung Dzulfian.

Lantaran mengalami PHK inilah mereka tidak memiliki pendapatan lagi, minimal pendapatan mereka turun. Konsekuensinya, mereka tidak mampu untuk membayar cicilan rumah, sehingga NPL meningkat.

"Oleh karena itu, insentif yang berlebihan di sektor properti justru dapat kontraproduktif bagi perekonomian nasional kelak," ujar Dzulfian.

Dia menambahkan, dalam konteks Paket Kebijakan Ekonomi XI ini, pemerintah fokus memberikan insentif dari sisi supply, di tengah melambatnya sisi demand. Jika tidak dikelola dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan terjadi perekonomian gelembung busa (bubble economy).

"Booming properti di awal, namun kolaps di akhir sebagaimana yang terjadi di AS pada 2008 yaitu krisis properti (subprime mortgage crisis) akibat gagal bayar cicilan perumahan," kata dia.

Tepat

Meski begitu, ada pula kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi XI yang dinilai tepat, yakni Pengendalian Risiko untuk Memperlancar Arus Barang di Pelabuhan (Indonesia Single Risk Management ISRM ).

"Kebijakan ini saya apresiasi setinggi-tingginya karena memang inefisiensi sistem logistik kita sangat parah," kata Dzulfian.

Kebijakan ini diharapkan segera diimplementasikan dan berdampak positif mengingat permasalahan dwell time khususnya atau logistik pada umumnya adalah salah satu penyebab utama perekonomian berbiaya tinggi (high cost economy) di Indonesia sehingga kalah bersaing dengan negara lain, bahkan negara tetangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com